Sabtu, 24 September 2011

Ia yang mematahkan roti kering dengan lututnya

Haidarah adalah nama asli yang diberikan oleh ibunya (Fatimah r.a) ketika ia masih kecil. Haidarah adalah salah satu nama singa, sesuai dengan nama ayahnya: Asad (singa). Dia tumbuh menjadi anak yang cepat matang. Di wajahnya tampak jelas kematangannya, pada dirinya juga sangat nampak kekuatan, dan ketegasan. Saat ia menginjak usia muda, ia segera berperan penuh dalam dakwah Islam, tidak seperti yang dilakukan oleh pemuda seusianya. Tarikh Islam tertulis dengan tinta emas tentang keikhlasannya untuk menjadi perisai Rasulullah SAW saat beliau hijrah, dengan menempati tempat tidur beliau. Didalam kancah jihad ia termasuk daftar langganan yang mendapat bendera komando dari Rasulullah SAW. Gerakannya cepat dan lincah. Bila diatas kuda ia bagai petir yang bergerak cepat dan pedangnya Zulfiqar adalah senjata yang telah memakan banyak korban. Tidak pernah ia kalah dalam perang duel. Ia terlibat dalam peperangan yang hebat, seperti dalam perang Al Ahzab, dia pula yang telah menembus benteng Khaibar. Sehingga dia dijuluki sebagai pahlawan Islam yang pertama. Dialah Imam Ali bin Abi Thalib Karamullahu Wajhah (Allah memuliakan wajahnya).

Imam Ali r.a seorang yang taqwa, zuhud, wara’, dermawan, faqih, alim, pemberani, cerdas, penuh hikmah dan lembut. Beliau sangat sederhana, ia makan cukup dengan berlaukkan cuka, minyak dan roti kering yang susah bila dikunyah dan terkadang ia patahkan dengan lututnya. Dan memakai pakaian yang kasar, sekadar untuk menutupi tubuh di saat panas menghempas, dan menahan dingin di kala hawa dingin menggigil.

Ia terkenal kefasihannya. Sehingga ucapan-ucapannya mengandung nilai-nilai sastra Arab yang jernih dan tinggi. Ia sangat pandai dalam menciptakan peribahasa maupun hikmah. Ia juga mengutip dari redaksi Al Quran, dan hadits Rasulullah Saw, sehingga menambah bersinar dan harum kata-katanya. Yang membuat dirinya berada di puncak kefasihan bahasa dan sastra Arab. Seorang Ulama pernah berkata,” Perkataaan yang paling hikmah dan sarat dengan kebenaran setelah Al Qur’an dan Hadits Nabi SAW adalah ucapan Imam Ali r.a”. Hampir semua Imam Mazhab baik Sunni ataupun Syiah bila dirujuk keilmuannya pada jalur paling hulu maka terdapat nama Imam Ali r.a.

Rasulullah pernah bersabda, “Aku adalah gudangnya ilmu, sementara Ali adalah pintu gerbangnya ilmu”. Sehingga Imam Ali dijuluki Baabul Ilmi (pintu gerbangnya ilmu). Ia juga menantu kesayangan Rasulullah SAW dengan bukti bahwa anak tercinta Nabi SAW Fatimah Az Zahra r.a dinikahkan dengan Imam Ali r.a. Ada satu peristiwa menarik ketika pada suatu hari Ali r.a dan istrinya Fatimah Az Zahra r.a berselisih pendapat, maka Ali r.a keluar rumah dan beristirahat tidur siang di serambi masjid. Rasulullah SAW mengetahui hal itu dan kemudian menemui manantu kesayangannya itu yang sedang tidur di masjid. Rasulullah SAW mendekatinya, menyibakkan kain yang terkulai kotor terkena tanah. Menggoyang goyangkannya sambil menyeru, “Hai Abu Turab bangunlah”. Imam Ali r.a pun bangun dan mengucapm salam. Sejak hari itu ia paling senang dipanggil dengan sebutan Abu Turab yang berarti biangnya tanah. Nama itu adalah pemberian langsung dari Rasulullah SAW.

Demikianlah para sahabat Nabi SAW, mereka sangat menyenangi pemberian apapun yang datang dari Rasulullah. Termasuk Imam Ali r.a, meskipun nama Abu Turab terlihat rendah tapi ia memandang bukan pada apa yang diberikan tapi siapa yang memberikan. Tapi kalau diperhatikan lagi apa yang dikatakan Rasulullah SAW adalah benar bahwasanya Imam Ali dan termasuk kita semua adalah Abu Turab karena kita diciptakan Allah SWt dari saripati tanah. Wallahu’alam.

Read More......

Saya harap dia menjadi pengganti Hamzah r.a

Fathul Makkah (penaklukan kota Makkah) berlangsung dengan damai. Tidak ada setetes darahpun yang mengalir pada peristiwa maha penting dari untaian perjalanan dakwah Rasulullah SAW dan para sahabat yang penuh dengan pengorbanan. Ini adalah puncak kegemilangan Rasulullah SAW atas kota Makkah dan juga Kakbah. Dibalik peristiwa ini banyak pembesar pembesar Quraisy yang dulu sangat getol memusuhi, menghina, mencaci dan mengusir Rasulullah SAW dari kampung halamannya telah menyatakan memeluk Islam. Seorang tokoh Quraisy yang paling dikenal adalah Abu Sufyan bin Al-Harits, dia termasuk seorang putra dari paman dan bibi Rasulullah SAW.

Abu Sufyan bin Al-Harits pada awalnya enggan menemui Rasulullah SAW. Dia merasa telah takluk dan tak berdaya. Hilang segala kehebatan yang dulu dia banggakan sebagai pemimpin kaum Quraisy. Dia telah tumbang oleh cahaya Islam, tercabik cabik segala kekuatan yang pernah ia bangun, hancur luluh armada perangnya yang pernah mengalahkan Rasulullah SAW pada waktu perang Uhud. Dia kehilangan separoh jiwanya.

Sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib r.a mendekatinya dan menyuruh Abu Sufyan bin Al-Harits untuk menemui Rasulullah SAW dan mengucapkan perkataan saudara saudara Nabi Yusuf a.s ketika menyesali perbuatan mereka. Abu Sufyan bin Al-Harits melakukan hal itu, “Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).” (Q.S Yusuf: 91). Maka Rasulullah SAW pun menjawab dengan ayat berikutnya, “Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha penyayang di antara para penyayang.” (Q.S Yusuf: 92)

Sejak saat itu Abu Sufyan bin Al-Harits telah menjadikan Islam sebagai jalan hidupnya. Perlahan namun pasti keislamannya makin subur di dalam dirinya. Bahkan sejak saat itu dikisahkan bahwa ia tidak pernah menatap wajah Rasulullah SAW karena malu. Rasulullah SAW pun mencintai beliau dan mempersaksikannya akan masuk surga. Kata beliau: “Saya harap dia menjadi pengganti Hamzah.”. Kini jiwanya telah penuh kembali. Penuh oleh hidayah dan kecintaan untuk mencintai Allah dan RasulNya.

Sesungguhnya ketika tauhid itu tertanam kokoh di dalam hati seseorang. Apalagi bila diikrarkan dengan penuh keyakinan dan kejujuran yang sempurna, niscaya tidak mungkin orang yang mengucapkan kalimat tauhid itu mudah untuk terjatuh dalam perbuatan dosa atau terus-menerus berbuat dosa. Hidayah itu ditangan Allah bukan ditangan kita. Tugas kita adalah mengajak manusia mentaati Allah dan mendoakan mereka. Dan kita tidak punya vonis mengatakan seseorang pasti masuk syurga atau neraka karena Allah lah yang membolak balikkan hati manusia.Semoga Allah SWT meridhai Abu Sufyan bin Al-Harits, sepupu dan saudara sesusuan Rasulullah SAW.

Read More......

Jika kamu mau masuk Islam maka itulah mahar bagiku

Didalam sejarah perjuangan tegaknya Kalimatillah diatas bumi ini tidak bisa dipungkiri bahwa peranan wanita adalah tidak kecil. Mereka adalah ibarat sumbu yang menawarkan bara perjuangan kepada suami dan anak anak mereka. Banyak orang orang besar lahir dari rahim seorang wanita yang besar pula keimanan dan cintanya kepada Allah. Ada ibunda kita Khadijah r.a. Fatimah Az Zahra r.a yang melahirkan Imam Hasan r.a dan Imam Husein r.a. juga seorang pembantu wanita dari Ummul Mukminin Ummu Salamah yang kemudian melahirkan Ulama Besar dari Irak yaitu Imam Hasan Al Bashri rahimahullah.

Diantara para sahabiyah r.a terdapat nama Ummu Sulaim r.a yang memiliki kisah menawan dalam deretan kisah penuh teladan generasi umat manusia terbaik sepanjang masa. Dia seorang wanita yang sholehah, wara’, dan tidak kemilau oleh perhiasan dunia. Dia adalah ibunda sahabat Anas bin Malik r.a, seorang sahabat Nabi SAW yang termasuk golongan Ulama dan terkenal dalam pemahamannya tentang Islam.

Ummu Sulaim r.a adalah seorang Anshor yang awal awal masuk islam. Keistiqomahannya dan ketabahannya dalam menjalani kehidupan telah menjadi buah bibir di masyarakat Yatsrib. Ketidaksetujuan suaminya yang masih kafir tidak menggoyahkan Iman yang telah tertancap dalam di lubuk hatinya. Suaminyapun pergi meningalkan Ummu Sulaim r.a

Selang berapa lama seorang laki laki bernama Abu Thalhah yang waktu itu masih kafir memberanikan diri melamarnya dengan mahar yang tinggi. Tapi Ummu Sulaim tidak melirik sedikitpun terhadap apa yang ditawarkan di depan kedua matanya. Baginya islam adalah harga mati yang tidak bisa ditukar dengan apapun. Sebuah riwayat menyebutkan bahwa Ummu Sulaim r.a berkata, “Demi Allah, orang seperti anda tidak layak untuk ditolak, hanya saja engkau adalah orang kafir, sedangkan aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah denganmu. Jika kamu mau masuk Islam maka itulah mahar bagiku dan aku tidak meminta selain dari itu.” Akhirnya menikahlah Ummu Sulaim r.a dengan Abu Thalhah dengan mahar yang teramat mulia, yaitu Islam.

Ummu Sulaim r.a telah memberi kita sebuah pelajaran bahwa gemerlap dunia dengan segala kemewahannya adalah tidak lebh utama dari nilai Iman seorang hamba. Pernikahan adalah salah satu jalan bagi tersebarnya hidayah bagi mereka yang rindu akan petunjuk Allah. Kita juga mendapat pelajaran bahwa mahar sebagai pemberian yang diberikan kepada istri berupa harta atau selainnya dengan sebab pernikahan tidak selalu identik dengan uang, emas, atau segala sesuatu yang bersifat keduniaan. Namun, mahar bisa berupa apapun yang bernilai dan diridhai istri selama bukan perkara yang dibenci oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW. Sebuah hadits diriwayatkan dari Anas r.a menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Aku belum pernah mendengar seorang wanita pun yang lebih mulia maharnya dari Ummu Sulaim karena maharnya adalah Islam.” (HR An Nasa’i)

Semoga kita dapat meneladani sifat sifat mulia yang ada pada pada diri sahabat sahabat Nabi SAW. Mereka adalah contoh nyata manusia manusia paling agung dalam sejarah. Mereka bukan agung karena assesory yang mahal, bukan pula oleh berlimpahnya dinar dan dirham tapi oleh besarnya rasa cinta dan tingginya pengorbanan mereka untuk tegaknya Islam di atas bumi ini. Wallahu’alam.

Read More......

“Itu adalah sumpah Allah yang pasti benar.”

Adakah yang tidak mengenal sosok Umar bin Al Khattab r.a?. Beliau termasuk dalam sepuluh orang yang dijamin masuk syurga. Seseorang yang paling keras dalam membela Islam, tidak pernah sebuah kemungkaran pun yang berlalu didepan matanya kecuali dengan tangannya sendiri ia akan menumpasnya. Banyak sekali keutamaan seorang Umar bin Al Khattab r.a. Rasulullah pernah bersabda, “Sekiranya Allah hendak mengangkat seorang Nabi sepeninggalku maka Umar lah orangnya”. Nabi SAW juga bersabda “Telah diletakkan Al-Haq (kebenaran) di lisan dan hati pada diri Umar bin Al Khattab r.a”. Dilain waktu Rasulullah bersabda “ Apabila Abu Bakar r.a dan Umar bin Al Khattab r.a telah bersepakat dalam suatu urusan maka aku tidak akan menyelisihinya”. “Apabila Umar bin Al Khattab r.a melewati sebuah gang atau jalan dan syeitan hendak melewati jalan yang sama maka syeitan akan lari dan memilih jalan yang lain karena takut kepada Umar bin Al Khattab r.a”.

Para Sahabat apabila melihat anak anak mereka susah dinasihati atau bermain melebihi batas waktu sering menakut nakuti bahwa mereka akan memanggil Umar bin Al Khattab r.a untuk mengingatkan mereka. Beliau mendapat julukan Al Faruq yang artinya Pembeda antara Al Haq dengan Al Bathil. Tapi dibalik sifat kerasnya, jauh dilubuk hati Umar bin Al Khattab r.a terdapat hati yang sangat lembut, hati yang sangat tersentuh bila mendengar ayat ayat AlQuran dibacakan, mata yang sering menangis mengingat azab Allah. Mulut yang jauh dari makanan yang lezat. Tubuh yang jauh dari pakaian yang mahal. Meski ia seorang Khalifah tapi tidak hidup mewah dan tidak mempunyai pengawal. Baginya Allah adalah tempat meminta, memohon dan bersandar atas semua problem yang menimpanya.

Dalam sebuah riwayat dari al-Hasan disebutkan bahwa Umar bin Al Khattab r.a apabila membaca ayat-ayat Al Qur’an tentang siksa api neraka atau tentang kematian, ia sangat takut. Lalu menangis tersedu-sedu sehingga tubuhnya jatuh ke tanah. Setelah itu, ia tidak keluar rumah selama satu atau dua hari, sehingga orang-orang menyangka bahwa ia sedang sakit.

Abdullah bin Syadad r.a berkata: “Aku mendengar tangisan Umar bin Al Khattab r.a yang tersedu-sedu, padahal saat aku itu berada di barisan yang paling akhir ketika shalat Shubuh. Ia saat itu membaca surat Yusuf”.

Alqamah bin Waqash al-Laitsi r.a juga berkata: “Aku pernah shalat Isya di belakang Umar bin Khattab r.a. Lalu ia membaca surat Yusuf. Ketika ia membaca ayat yang menerangkan tentang Nabi Yusuf, ia menangis tersedu-sedu sehingga suara tangisannya itu terdengar dengan jelas, padahal aku saat itu berada di barisan paling belakang.”

Suatu hari Umar bin Khattab mendengar orang yang sedang shalat Tahajud membaca surat al-Thur. Ketika orang tersebut membaca ayat: “Sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi, tidak seorangpun yang dapat menolak” (Al-Thur: 7-8), Umar berkata: “Itu adalah sumpah Allah yang pasti benar.” Mendengar itu, ia segera bergegas menuju rumahnya, dan ia sakit selama satu bulan sehingga orang-orang menjenguknya.

Semoga Allah memberi kita taufik untuk mencintai Umar bin Al Khattab r.a. Semoga Allah memberi kita taufik untuk meneladani Umar bin Al Khattab r.a. Rasulullah SAW bersabda “ Sesungguhnya seseorang akan dibangkitkan dihari kemudian bersama orang orang yang ia cintai”.

Read More......

Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan sholat

Ali bin Abi Thalib adalah keponakan Rasulullah yang sangat beliau SAW cintai. Ali sudah mengikuti risalah Islam sejak usia dini.Dia termasuk dalam kelompok yang awal masuk islam disamping Khadijah Al Kubra dan Abu Bakar As Shiddiq r.a. Ali r.a tumbuh sebagai pemuda yang taat, cerdas, tangkas, kuat,cekatan,pemberani,dermawan dan semangat dalam memenuhi panggilan jihad.

Istri beliau Fatimah Az Zahra adalah anak kesayangan Rasulullah SAW.Banyak kisah yang sangat berharga yang dapat dipetik dari kehidupan rumah tangga yang mulia ini.Rumah tangga mereka adalah percontohan dari sebuah karakter rumah tangga yang islami, mendapat langsung tarbiyah dan tazkiyah dari Rasulullah SAW. Meski anak seorang Nabi tidak berarti Fatimah hidup diistimewakan.Rasulullah mengajarkan pada putrinya peran penting seorang wanita dalam rumah tangga terutama sebagai ibu. Fatimah Az Zahra mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan tangannya sendiri.Dia menggiling gandum dengan tangannya hingga mengeras, memasak roti dari gandum hingga terkadang membuat lepuh tangannya karena panas. Menyapu rumah dan bergelut dengan debu disetiap harinya.Sering pula dia mengerjakan itu semua sambil menggendong Hasan yang masih kecil.

Suatu hari persedian makanan dirumah mereka habis .Tidak ada gandum atau roti atau kurma yang dapat mereka makan, kecuali hanya air minum saja.Sementara Ali r.a sedang keluar dalam waktu yang cukup lama untuk suatu keperluan. Fatimah Az Zahra sedih karena tidak ada yang bisa ia suguhkan untuk menyambut kedatangan suaminya. Tiba Ali r.a datang dan mengucapkan salam dan menanyakan, “Wahai istriku apakah ada sesuatu yang bisa kita makan hari ini ?”. Fatimah r.a menjawab, “tidak ada sesuatupun yang dapat kita makan kecuali air minum saja yang tersedia”.

Ali r.a segera keluar rumah dan menuju masjid. Kemudian wudhu dan melakukan sholat sunnat,setelah salam berdoa sejenak dan pulang ke rumah. Dan bertanya kepada Fatimah Az Zahra, “Wahai istriku apakah ada sesuatu yang bisa kita makan hari ini ?”. Fatimah r.a menjawab, “tidak ada sesuatupun yang dapat kita makan kecuali air minum saja yang tersedia”.

Setelah itu Ali keluar rumah dan menuju masjid lagi. Kembali menyempurnakan wudhunya dan sholat sunnah, setelah salam berdoa sejenak dan pulang ke rumah. Dan bertanya kepada Fatimah Az Zahra, “Wahai istriku apakah ada sesuatu yang bisa kita makan hari ini ?”. Fatimah r.a menjawab, “tidak ada sesuatupun yang dapat kita makan kecuali air minum saja yang tersedia”.

Mendengar jawaban itu Ali r.a kembali keluar rumah dan menuju ke masjid. Kembali ia menyempurnakan wudhunya dan sholat sunnah, setelah salam berdoa sejenak dan pulang ke rumah. Dan bertanya kepada Fatimah Az Zahra, “Wahai istriku apakah ada sesuatu yang bisa kita makan hari ini ?”. Fatimah r.a menjawab, “Sesungguhnya gilingan gandum yang telah lama tidak terpakai itu telah berputar dan menghasilkan tepung yang bisa kita buat roti,bersyukurlah wahai suamiku karena Allah telah membuka khazanahnya didepan mata kita.”

Kemudian mereka menunggu gilingan gandum itu berputar dan terus menerus menghasilkan tepung.Semakin lama semakin banyak dan tempat menyimpan tepung sudah tidak mencukupi.Maka Ali r.a membuka penutup gilingan gandum itu, sejenak kemudian gilingan gandum itu berhenti berputar.Mereka lalu membuat roti untuk selanjutnya dimakan sebagai kebutuhan sehari hari mereka.

Subhanallah, Allah SWT telah menunjukan kuasanya atas gilingan gandum milik keluarga Imam Ali r.a. Sebuah ayat menyebutkan, “Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan sholat”. Dan keluarga Imam Ali r.a telah memberi kita contoh bahwasanya Allah bisa memberi rejeki dengan asbab atau tanpa asbab, bahkan terkadang bertentangan dengan asbab.Selagi manusia masih hidup maka Allah masih menjamin rejekinya. Dan sesungguhnya Allah akan menjamin kenyang perut seorang hamba bila ia memiliki tawakkal seperti seekor burung yang pergi dipagi hari dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang..wallahu’alam.

Read More......

Ketegaran seorang Wanita

Ketegaran dan ketabahan terpancar dari langkah kakinya di pasir berdebu nan panas. Pakaiannya kotor oleh pasir dan cipratan darah di gurun itu. Matanya meneteskan butiran air yang hangat dan dibiarkannya hal itu. Langkah kakinya berjalan dengan pelan pelan dan sangat hati hati karena puluhan jasad tak bernyawa kini telah mengelilinginya. Tiba kini sudut matanya menangkap sesosok jasad tergeletak. Jasad itu bertubuh besar dan tubuhnya dipenuhi dengan luka yang tak wajar. Hidungnya terpotong, telinganya hilang dan dadanya terkoyak dengan sayatan lebar dengan jantung sudah hilang dari tangkainya. Innalillahi wainnailaihi ra’jiun. Jenazah yang syahid itu adalah Paman Rasulullah Hamzah bin Abdul Muttalib. Dan wanita yang kini ada disampingnya adalah saudaranya, Shafiyah binti Abdul Muttalib r.a

Shafiyah binti Abdul Muttalib, ibu sahabat Zubair bin Awaam, beliau menikah pertama kali dengan Al Haarits bin Harb, lalu ditinggal mati dan menikah lagi dengan Al ‘Awam dan melahirkan Zubair. Beliau masuk islam dan ikut berhijrah. Beliau wafat tahun 20 H di Madinah dan dimakamkan di Baqi’

Kembali ke medan Uhud….Hamzah r.a telah syahid di medan Uhud akibat tombak seorang budak bernama Wahsyi. Dia di bunuh dengan cara yang licik.

Shafiyah mendengar berita kematian saudaranya ini. Maka dia pun datang ke medan pertempuran mencarinya. Rasul SAW melihat dan mengetahui bahwa bibinya akan menghadapi situasi yang sulit bila melihat Hamzah dalam keadaan itu. Maka beliau berkata kepada puteranya, Zubair bin Awwam:”Datangi ibumu dan suruh agar dia kembali supaya tidak menyaksikan keadaan saudaranya itu.” Kemudian Zubair pergi dan berkata kepadanya dengan suara tenang namun sedih :”Wahai, Ibuku, sesungguhnya Rasulullah SAW menyuruhmu kembali.”

Shafiyah menjawab dengan penuh sabar “Mengapa aku harus kembali? Aku telah mendengar bahwa saudaraku itu telah dibunuh dengan cara yang keji dan hal itu demi Allah. Maka kami ridho atas kejadian itu dan aku akan bersabar dengan baik dan akan mengharap pahala, insyaAllah.” Zubair kembali menghadap Rasulullah SAW tentang kesabaran dan ketabahan yang ditunjukkan Shafiyah, dan dia sampaikan perkataan ibunya itu kepada Nabi SAW. Maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya :”Biarkan dia pergi.”

Shafiyah bersikap tabah dan teguh. Dia memandang Hamzah r.a Singa Allah dengan pandangan perpisahan seraya berkata :”Semoga Allah melimpahkan pahalakepadamu dan mengampuni dosamu. Kita adalah kaum yang terbiasa mengalami pembunuhan dan mati syahid. Tiada daya dan kekuatan, melainkan dengan pertolongan Allah. Sesungguhnya kita adalah kepunyaan Allah dan sesungguhnya kita akan kembali kepada-Nya. Cukuplah Allah sebagai pelindungku dan Dia-lah sebaik-baik Pelindung. Semoga Allah mengampuni dosamu dan dosaku serta membalasmu dengan balasan bagi hamba-hamba-Nya yang mukhlis.”

Perang Uhud adalah ujian dan pembersihan. Dengannya Allah menguji kaum mukminin dan membongkar kedok orang-orang munafik yang menampakkan keimanan dengan lisan namun menyembunyikan kekafiran di hati mereka. Dan hari dimana Allah Ta’ala memuliakan para wali-Nya yang Dia kehendaki gugur sebagai syuhada’

Read More......

Saat Maaf yang berbicara

Siang itu Khalifah Umar bin Khattab r.a dan para sahabatnya sedang duduk duduk membuat majelis. Mereka bergiliran menyampaikan perkara tentang permasalahan umat dan mencari solusi bersama. Tak ada sekat sedikitpun antara Khalifah Umar r.a dengan para sahabatanya. Tak ada protokoler kenegaraan, tak ada pengawal Khalifah dan tempat duduk mereka sama rata satu dengan yang lainnya. Selang beberapa saat kemudian ada tiga pemuda yang berpenampilan menarik dan tampan memasuki majelisnya. Setelah mengucap salam seorang diantara mereka berkata,” Kami berdua adalah bersaudara. Saat ayah kami sedang sibuk dengan pekerjaanya, dia dibunuh oleh pemuda ini, yang sekarang kami bawa kepada Amirul Mukminin untuk diadili. Hukumlah dia sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah.” Sejenak Khalifah Umar r.a mengamati orang yang ketiga dan memintanya untuk berbicara.
Pemuda yang tertuduh berkata“Kejadian berlangsung tanpa seorangpun yang tahu, tapi Allah Maha Tahu atas segala sesuatu dan yang dikatakan orang ini adalah benar, saya yang bersalah atas kejadian ini dan saya menyesal atas peristiwa naas ini. Aku ini bersasal dari dusun yang jauh dari kota Madinah. Aku datang ke sini untuk berziarah ke makam Rasullulah saw. Di pinggir kota, aku turun dari kudaku untuk berwudhu. Tanpa sepengetahuanku kuda yang aku bawa memakan ranting ranting pohon kurma yang melintangi tembok sebuah rumah. Segera aku tarik kudaku agar berhenti memakan ranting pohon kurma itu. Pada saat itu juga, seorang laki-laki tua yang sedang marah mendekatiku dengan membawa sebuah batu yang besar. Dia melemparkan batu ke kepala kudaku, dan kudaku langsung mati. aku sangat menyayangi kuda itu, aku kehilangan kendali diri. Aku mengambil batu itu dan melemparkannya kembali ke orang tersebut. Dia roboh dan meninggal. Jika aku ingin melarikan diri, aku dapat saja melakukannya, tetapi kemana? Jika aku tidak mendapatkan hukuman di dunia ini, aku pasti akan mendapatkan hukuman yang abadi di akhirat nanti. Aku tidak bermaksud membunuh orang itu, tetapi kenyataannya dia mati di tanganku. Sekarang Amirul Mukmini yang berhak mengadili aku.”

Setelah menyimak pembicaraan yang berlangsung Khalifah Umar r.a berkata, “Engkau telah melakukan pembunuhan. Menurut kitabullah engkau harus menerima hukuman yang setimpal dengan apa yang telah kau lakukan. Dan qishos adalah hukuman yang akan kamu terima.” Pemuda tertuduh itu berkata, “Kalau begitu, laksanakanlah hukuman itu. Tapi aku adalah pemegang amanah harta dari anak yatim dan akan aku serahkan bila mereka sudah dewasa. Aku menyimpan harta itu ditempat yang sangat aman dan hanya aku seorang yang tahu. Maka ijinkan aku mengurusi tanggunganku ini biar tidak ada lagi beban yang aku bawa ke akhirat kelak. Aku meminta ijin tiga hari.

Khalifa Umar r.a menjawab, “ Permintaanmu akan dipenuhi bila ada orang yang bersedia menggantikanmu dan menjadi jaminan untuk nyawamu”. Pemuda itu berkata, “ Sesungguhnya aku bisa saja melarikan diri dan menghindari hukuman ini tapi hatiku dipenuhi rasa takut kepada Allah , yakinlah bahwa aku akan kembali.” Khalifah Umar r.a menolak permohonan itu atas dasar hukum Kitabullah.

Pemuda itupun memandang kesegenap hadirin yang menghadiri majelis itu, wajah wajah para sahabat yang mulia dan penuh taqwa dan akhirnya ia memilih secara acak. Kemudian ia menunjuk Abu Dzar Al Ghifari r.a dan berkata, “Orang ini yang akan menjadi jaminanku”. Orang orang cukup terkaget dengan penunjukan itu. Abu Dzar Al Ghifari adalah sahabat terdekat Rasulullah SAW, seorang yang shaleh, taqwa, wara dan zuhud. Beliau disegani oleh penduduk Madinah dan sering menjadi inspirasi bagi orang banyak. Tanpa keraguan sedikit pun, Abu Dzar setuju untuk menggantikan pemuda itu.

Si tertuduh pun dibebaskan untuk sementara waktu. Pada hari ketiga, kedua penggugat itu kembali ke sidang Khalifah. Abu Dzar ada di sana, tetapi tertuduh itu tidak ada. Kedua penuduh itu berkata: “Wahai Abu Dzar, anda bersedia menjadi jaminan bagi seseorang yang tidak anda kenal. Seandainya dia tidak kembali, kami tidak akan pergi tanpa menerima pengganti darah ayah kami.”
Khalifah Umar r.a berkata: “Sungguh, bila pemuda itu tidak kembali, kita harus melaksanakan hukuman itu kepada Abu Dzar.” Mendengar kata-kata tersebut, setiap orang yang hadir di sana mulai menangis, karena Abu Dzar, orang yang berakhlak sempurna dan bertingkah laku sangat terpuji, merupakan cahaya dan inpirasi bagi semua penduduk Madinah.
Ketika hari ketiga itu mulai berakhir, kegemparan, kesedihan dan kekaguman orang-orang mencapai puncaknya. Tiba-tiba pemuda itu muncul. Dia datang dengan berlari dan dalam keadaan penat, berdebu dan berkeringat lalu berkata. “Aku mohon maaf karena telah membuat Anda khawatir, Maafkan aku karena baru tiba pada menit terakhir. Terlalu banyak yang harus aku kerjakan. Padang pasir sangatlah panas dan perjakanan ini teramat panjang. Sekarang aku telah siap, laksanakanlah hukumanku.”
Kemudian dia berpaling kepada kerumunan massa dan berkata, “Orang yang beriman selalu menepati ucapannya. Orang yang tidak dapat menepati kata-katanya sendiri adalah orang munafik. Siapakah yang dapat melarikan diri dari kematian, yang pasti akan datang cepat atau lambat? Apakah saudara-saudara berpikir bahwa aku akan menghilang dan membuat orang-orang berkata, Orang-orang Islam tidak lagi menepati ucapannya sendiri?”
Kerumunan massa itu kemudian berpaking kepada Abu Dzar r.a dan bertanya apakah ia sudah mengetahui sifat yang terpuji dari pemuda tersebut. Abu Dzar menjawa, “Tidak, sama sekali. Tetapi, saya tidak merasa mampu untuk menolaknya ketika dia memilih saya, karena hal itu sesuai dengan asas-asas kemuliaan. Haruskah saya menjadi orang yang membuat rakyat berkata bahwa tak ada lagi perasaan haru dan kasih sayang yang tersisa dalam Islam?”
Hati dan perasaan kedua penuduh itu tersentuh dan bergetar. Mereka lalu menarik tuduhannya, seraya berkata, “Apakah kami harus menjadi orang yang membuat rakyat berkata bahwa tiada lagi rasa belas kasihan di dalam Islam”

Akhirnya hukuma qishos tidak jadi dilaksanakan karena pihak penggugat sudah memberikan maafnya. Begitulah sikap orang orang generasi awal umat ini. Mereka sangat takut kepada Allah dan lebih memilih kesusahan didunia ini dari pada nanti susah diakhirat. Kekuatan ucapan dari seorang Abu Dzar Al Ghifari r.a muncul dari kesempurnaan iman dan taqwanya yang mendalam. Ia mengingatkan kembali kita bahwa Islam selalu mengedepankan kasih sayang seperti yang diajarkan oleh kekasihnya Rasulullah SAW..semoga kita bisa mengambil ibroh dari kisah ini.

Read More......

Allah akan mengganti dengan yang lebih baik

Allah SWT mengibaratkan orang yang bersedekah seperti seseorang yang menanam sebutir benih yang tumbuh dan menumbuhkan tujuh tangkai. Dari tujuh tangkai ini akan menumbuhkan lagi bertangkai tangkai dahan yang menghasilkan buah yang dapat menghasilkan manfaat yang jauh lebih banyak dari benih itu sendiri. Minimal Allah akan membalas sepuluh kali lipat dari apa yang kita belanjakan dijalan Allah. Ini adalah kemurahan dari Allah bagi orang orang yang meyakini akan kebenaran firmanNya. Sedekah merupakan amal pemancing rahmat Allah. Di tiap pagi setelah fajar menyingsing seorang malaikat berseru “Semoga Allah memberi rahmat dan melapangkan rejeki dan urusannya bagi siapa saja yang bersedekah dipagi hari dan semoga Allah menahan rahmat dan menyempitkan urusannya bagi yang menahan sedekahnya dipagi hari”.

Rasulullah SAW juga bersabda, “Cegahlah dirimu dari siksa api neraka dengan bersedekah walau separo biji kurma”. Sebuah kisah yang banyak mengandung ibroh/pelajaran pernah di alami oleh keluarga ahlul bait yang penuh lemuliaan yaitu keluarga Imam Ali bin Abi Thalib r.a beserta istri tercintanya Fatimah Az Zahra binti Muhammad Rasulullah. Suatu hari hari Fatimah Az Zahra r.a menginginkan buah delima. Ia lalu meminta suaminya, Imam Ali r.a untuk pergi kepasar membeli delima. Keluarga Imam Ali r.a adalah keluarga yang hidup kekurangan. Tidak banyak perabotan rumah yang mereka miliki. Rumah sederhana yang dimiliki Imam Ali adalah hasil dari cicilan yang harus ia bayar kepada seorang sahabat yang hendak mensedekahkan rumahnya tapi Imam Ali tidak mau. Imam Ali r.a lebih suka membeli dengan mencicil dari pada diberi secara gratis.

Dan pada hari itu dikantong Imam Ali r.a hanya terdapat satu dirham yang cukup membeli sebuah delima saja. Tak ingin mengecewakan anak Rasulullah SAW yang paling beliau cintai, segera Imam Ali r.a menuju pasar. Langkah kakinya mantap berjalan menyusuri gang demi gang dan tibalah jua dipasar. Berjalan dari satu sudut ke sudut lain dan memperhatikan buah delima terbaik yang akan dipersembahkan untuk istrinya. Akhirnya dapat juga delima terbaik dan uang satu dirham hanya cukup membeli satu delima.

Kini Imam Ali r.a berjalan menuju ke rumah. Tiba disudut gang terakhir menuju rumahnya ada seorang pengemis yang nampak sangat lusuh, pakaian compang camping dan jalan tertatih tatih karena sudah berhari hari tidak makan. Pengemis itu mendekati Imam Ali r.a dan menengadahkan tangan minta sesuatu. Imam Ali r.a mencoba menahan tubuh pengemis itu biar tidak jatuh dan ia bingung dengan dirinya, apa yang hendak aku berikan kepada pengemis ini. Uang tidak punya. Pakaian hanya satu satunya dan hanya ada satu buah delima ditangannya buat istri tercinta dirumah.Itu adalah barang termahal yang kini ada ditangannya. Benaknya sesaat berpikir , apa yang akan Fatimah Az Zahra katakan kalau ia tidak berhasil membawa pesanannya. Tapi hatinya kembali berkata, pengemis ini lebih membutuhkan makanan dari istriku karena ia sudah tak sanggup berjalan karena sangat menahan lapar. Maka akhirnya diberikan buah delima satu satunya kepada pengemis itu.

Imam Ali r.a sudah tidak terlalu mempedulikan apa yang nanti dikata oleh Fatimah Az Zahra dan ia pulang dengan tangan kosong. Tiba didepan pintu ia sedikit ragu untuk masuk, ia masih mencoba merangkai kata kata terbaik atas kejadian yang baru saja ia alami. Setelah mengucap salam Imam Ali r.a masuk dan ia dapati istrinya sedang mengupas buah delima. Terkejut bukan main Imam Ali r.a mendapati istrinya sedang menikmati buah delima. Belum sempat Imam Ali bertanya Fatimah Az Zahra berkata, “Wahai suamiku tadi ada seseorang lewat dan memberiku sepuluh buah delima yang segar dan nikmat ini. Karena aku sudah sangat ingin aku tidak sempat menunggumu pulang dari pasar.” Imam Ali r.a mengucap syukur alhamdulillah, ternyata janji Allah SAW pasti benar, ia telah mensedekahkan satu buah delima dan ternyata Allah telah menggantinya dengan sepuluh buah delima.

Banyak kisah teladan menghiasi keluarga ahlul bait ini. Dari pernikahan dua manusia mulia ini telah lahir manusia manusia penuh shaleh dan taqwa. Kisah mereka mewarnai kehidupan anak manusia dalam kehidupan nyata. Kisah mereka bukan dongeng atau mitos tapi hal hal yang memang pernah terjadi dan nyata. Semoga kita bisa mengambil pelajaran darinya..Amiin..

Read More......

Kepercayaan Umat

Sahabat Abu Ubaidah bin Jarrah termasuk golongan yang awal awal masuk Islam. Ayahnya seorang tokoh Quraisy yang selalu melakukan pertentangan terhadap dakwah Nabi SAW. Meski begitu Abu Ubaidah bin Jarrah r.a tetap istiqomah dalam keimanannya. Untuk menyelamatkan keimanannya dia rela hijrah ke Habsyah pada gelombang kedua. Abu Ubaidah bin Jarrah r.a seorang mujahid yang gagah berani. Meski tubuhnya kurus tinggi tapi semangat juangnya tidak pernah mau kalah dengan Sahabat yang lain. Pada saat perang Badar di termasuk dalam barisan utama. Dengan segala perbekalan yang minim dan jumlah pasukan yang lebih sedikit tidak gentar melawan pasukan kafir Quraisy.

Demikian juga pada waktu perang Uhud, dia juga ikut bersama rombongan Nabi SAW berjuang di medan Uhud. Ketika pertempuran berlangsung dengan sengit dan posisi pasukan Islam terdesak Abu Ubaidah bin Jarrah r.a melihat Nabi SAW dalam kondisi terjepit. Saat itu banyak pasukan yang kocar kacir dan berhamburan tidak dalam formasi pasukan yang sigap, Abu Ubaidah bin Jarrah r.a maju dan mendekati Nabi SAW. Didapatinya pipi Nabi SAW terluka, yaitu terhujamnya dua rantai besi penutup kepala beliau SAW, segera ia berupaya mencabut rantai tersebut dari pipi Nabi SAW .

Abu Ubaidah mulai mencabut rantai tersebut dengan gigitan giginya. Rantai itupun akhirnya terlepas dari pipi Rasulullah SAW . Namun bersamaan dengan itu pula gigi seri Abu Ubaidah ikut terlepas dari tempatnya. Abu Ubaidah tidak jera. Diulanginya sekali lagi untuk mengigit rantai besi satunya yang masih menancap dipipi Rasulullah SAW hingga terlepas. Dan kali inipun harus juga diikuti dengan lepasnya gigi Abu Ubaidah sehingga dua gigi seri sahabat ini ompong karenanya. Sungguh, satu keberanian dan pengorbanan yang luar biasa.

Di medan Uhud ia berhasil mendapati ayahnya yang kafir sedang membunuh pasukan Islam. Segera ia mendekati ayahnya. Dibuangnya rasa kasihan terhadapnya. Pada hari itu keimanannya diuji untuk memilih Allah dan syariatnya atau memilih ayah yang selalu menentang Allah dan syariatnya. Abu Ubaidah memilih Allah dan syariatnya dan majulah terus ia merangsek ayahnya hingga terkulai.

Abu Ubaidah r.a seorang yang zuhud. Beliau cukup makan tepung yang kasar dan air minum secukupnya. Pada waktu Khalifah Umar bin Al Khattab r.a ia mendapat tugas sebagai Gubernur di Syiria. Sebagai Gubernur ia berhak mendapat uang gaji baitul mal dan fasilitas guna menunjang tugas tugasnya. Tapi keadaanya sangat berbeda. Di kediamannya hanya terdapat pedang, perisai dan pelana tunggangannya. Tak ada simbol simbol kemewahan sebagi seorang Gubernur. Dia hidup nikmat dengan kemiskinannya dan dia merasa lebih tenang dengan hidup seperti itu. Umarpun lantas berkata,”Wahai sahabatku, mengapa engkau tidak mengambil sesuatu sebagaimana orang lain mengambilnya ?” Beliau menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, ini saja sudah cukup menyenangkan.”

Lelaki mulia ini wafat ketika terjadi wabah penyakit tho’un di Syria.

Keutamaan seorang Abu Ubaidan bin Jarrah r.a akan makin kita temui dari sebuah hadits Nabi SAW yang berbunyi “Sesungguhnya setiap ummat mempunyai orang kepercayaan, dan kepercayaan ummat ini adalah Abu Ubaidah bin Jarrah.”

Read More......

Contoh Kebaikan Kaum Anshor

Kaum muslimin yang tinggal dikota Madinah disebut sebagai kaum Anshor. Kaum Anshor artinya kaum yang penolong, karena mereka menerima dan memberi tempat tinggal serta menolong keperluan kaum Muhajirin yang tinggal di Madinah. Rasulullah SAW sering memuji keutamaan golongan Anshor. Mereka adalah kaum yang suka menolong saudaranya meski mereka dalam kondisi kekurangan sekalipun. Pada awalnya kabilah kabilah yang ada di Madinah suka bersiteru satu dengan lainnya. Mereka terlibat bentrok berkepanjangan. Suku yang terkenal di Madinah waktu itu adalah suku Aus dan Khadraj. Tapi ketika Islam datang dan Rasulullah memulai dakwahnya perlahan lahan mereka mulai bisa disatukan dan rukun. Bahkan persaudaraan diantara mereka lebih kuat dari hubungan saudara kandung. Dan ketika awal hijrah Rasulullah SAW dan para sahabatnya mereka membantu sengan segenap tenaga dan potensinya. Ada yang dijamin makanannya , ada yang diberi tempat tinggal, bahkan ada yang menceraikan istrinya kemudian diberi kepada sahabat muhajirin.

Sebuah riwayat menyebutkan suatu hari datanglah seseorang menemui Rasulullah SAW dan ia berkata, “Ya Rasulullah aku lapar”. Kemudian Rasulullah mendatangi isteri-isterinya menanyakan makanan, ternyata para ummul mukminin tidak memiliki makanan, kemudian Rasulullah SAW menemui para sahabatnya dan bersabda: “Apakah tidak ada seorang yang mau menerima orang ini sebagai tamu malam ini? Ketahuilah bahwa orang yang mau menerima laki-laki ini sebagai tamu dan memberi makan malam ini, akan diberi rahmat oleh Allah.”
Maka berdirilah dan menunjuk tangan seorang Anshor bernama Abu Thalhah r.a lalu berkata: “Saya ya Rasulullah”. Maka ia pergi menemui isterinya dan berkata, “Hormatilah tamu Rasulullah dan berilah ia makan”.
Isterinya menjawab: “Demi Allah, tidak ada makanan kecuali makanan untuk anak-anak kita”.
Abu Thalhah r.a berkata: “Apabila anak-anak hendak makan malam, tidurkanlah mereka, padamkanlah lampu biarlah kita menahan lapar pada malam ini, agar kita dapat menerima tamu Rasulullah.” Maka hal itu dilakukan isterinya.

Malam itu lampu dipadamkan dan anak anak Abu Thalhah ditidurkan lebih awal. Tamu yang datang makan hingga kenyang dan Abu Thalhah menemani sambil pura pura ikut menyantapnya padahal tidak secuil makananpun yang masuk ke perutnya.Malam itu suami istri dan anak anaknya tidur dalam perut kosong. Itu mereka lakukan karena untuk menghormati tamu Rasulullah SAW.

Pagi harinya selepas subuh Rasulullah SAW mendekati Abu Thalhah r.a dan tersenyum. Dia memuji kabaikan Abu Thalhah dan istrinya seraya bersabda “”Allah SWT benar-benar kagum malam itu terhadap perbuatan suami-isteri tersebut .”
Peristiwa inilah yang menjadikan asbabun nuzul turunnya ayat 9 Surat Al Hasyr yang artinya : “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Kaum Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Kaum Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Kaum Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) di atas diri mereka sendiri, sekaligus mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung .”

Inilah contoh nyata persaudaran dalam islam, persaudaraan yang berlangsung karena Allah dan untuk Allah. Atsar ini memberi kita pelajaran bahwa untuk membangun kehidupan yang islami selalu dengan cara mahabbah atau kasih sayang. Pendekatan inilah yang selalu di lakukan oleh Rasulullah SAW. Dan para sahabat telah sukses mencopy kehidupan Rasulullah SAW. Sudah sepantasnya kita meniru dan mencontoh teladan yang agung ini.

Read More......

From Zero to Hero

Sewaktu kaum muslimin belum berhijrah ke Madinah mereka selalu mendapat perlakuan kejam dari Kaum kafir Quraisy. Terutama orang orang yang lemah dan miskin. Mereka diintimidasi dan di tekan agar meninggalkan ajaran islam. Seorang Quraisy yang paling getol menentang islam adalah Suhail bin ‘Amr.Dia seorang ahli pidato dan sastra kenamaan.Hobinya menghasut orang orang agar membenci Rasulullah SAW dan pedangnya selalu dibawa guna menakut nakuti agar penduduk Mekkah tidak mengikuti ajakan Rasulullah SAW.

Sewaktu Suhail bin ‘Amr tertawan pada waktu perang Badar Umar bin Khattab r.a segera menuju kearahnya dan hendak mematahkan giginya agar tidak bisa lagi berorasi untuk menghasut dan menebar fitnah tapi Rasulullah SAW mencegahnya dan bersabda, “Biarlah. Mungkin suatu ketika gigi itu akan membuatmu senang.” Akhirnya Suhail bin Amr dibiarkan hidup dan masih terus memerangi kaum Muslimin. Sewaktu Perjanjian Hudaibiyah berlangsung yang menyebabkan Rasulullah SAW dan para sahabatnya batal melakukan umroh dari pihak Quraisy yang diutus sebagai delegasi adalah Suhail bin Amr. Pesan dari para pembesar Qurasy kepada Suhail adalah agar ia mengajak Rasulullah dan kaum muslimin berdamai dan hendaklah mereka kembali ke Madinah dan jangan sampai bangsa Arab beranggapan kalau mereka masuk tahun ini, dan kaum Qurasy telah dikalahkan.

Waktu berlalu dan tibalah Fathul Makkah terjadi. Peristiwa besar ini berlangsung dengan damai. Rasulullah SAW memasuki Baitullah. Beliau istirahat bersama sahabat sahabatnya, tiba tiba Suhail bin Amr datang. Rasulullah SAW bertanya “Apa yang akan kalian katakan?”, berkatalah Suhail bin ‘Amr: “Kami hanya mengatakan yang baik, dan menyangka sesuatu yang baik. Engkau saudara yang mulia, putra saudara yang mulia dan anda menang.” Rasulullah menyahut “Saya hanya katakan kepada kalian sebagaimana ucapan Nabi Yusuf kepada para saudaranya yaitu Tiada celaan atas kalian pada hari ini.

Pergilah. Kalian semua bebas.”

Mendengar kalimat yang penuh damai dari Rasulullah SAW luluhlah hati Suhail bin Amr dan teman temannya. Mereka terpesona dengan akhlak Nabi SAW yang agung maka hati mereka mulai condong kepada Islam. Lidah sudah tidak mampu berbicara. Mengingat berbagai pertentangan yang dulu ia lakukan kini ia telah dimaafkan begitu saja oleh Rasulullah. Kemudian Suhail bin Amr pergi mendatangi putranya yang telah masuk islam Abu Jandal agar meminta jaminan keamanan kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah SAW pun memberikan jaminannya.

Terjadilah perang Hunain yang hebat dan kaum muslimin memperoleh kemenangan yang besar. Mereka pulang dengan ghanimah yang banyak. Hampir semua ghanimah dibagi bagikan kepada pembesar pembesar Qurasy yang hatinya mulai tertarik kepada islam dan Suhail bin Amr mendapat seratus ekor onta. Suhail bin Amr r.a telah menjadi seorang muslim. Kini ia menyadari kesalahan kesalahan yang dulu ia buat, terror yang pernah ia lancarkan dan berbagai makar yang pernah ia gunakan untuk mengahasut kaum muslimin. Ia merasa menyesal dan makin sadar betapa jauhnya ia dari Allah. Maka ketika tabir iman telah terbuka dan kerasnya hati telah berubah menjadi lembutnya hati. Hati yang telah diisi dengan iman.Kini ia telah tobat dan mengisi harinya dengan ibadah. Beberapa sahabat dan orang-orang yang datang sesudah mereka mempersaksikan: “Tidak ada satu pun pembesar Quraisy yang belakangan masuk Islam, lalu masuk Islam ketika Fathul Makkah, yang lebih banyak shalatnya, puasanya, dan sedekahnya daripada Suhail. Bahkan tidak ada yang lebih semangat terhadap hal-hal yang mendukung kepada akhirat dibandingkan Suhail bin ‘Amr.”

Waktu berlalu dan berita kesedihan terbesarpun menimpa kaum muslimin, Rasulullah SAW pengi meninggalkan para sahabat untuk selamanya. Beberapa kabilah mulai murtad dan sebagian warga Mekkah mulai goyah maka bangkitlah Suhail bin Amr sebagai orator ulung menyeru kepada kaumnya “Wahai penduduk Makkah. Kalian adalah manusia yang paling akhir masuk ke dalam Islam, maka janganlah kalian menjadi orang pertama yang keluar darinya Siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad sudah wafat. Siapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup, tidak akan pernah mati.”

Kini Umar bin Khattab r.a bisa tersenyum dan baru menyadari hikmah dibalik larangan Rasulullah SAW ketika ia hendak mematahkan gigi Suhail bin Amr sewaktu jadi tawanan perang Badar. Suhail tetap istiqomah dalam islam, makin memperbanyak sholat, puasa dan sedekahnya. Pernah ia berkata, kata yang akan terus kita kenang “Demi Allah. Saya tidak akan biarkan satu tempat pun yang di situ saya berada bersama kaum musyrikin melainkan saya berada di sana bersama kaum muslimin seperti itu juga. Tidak ada satu pun nafkah yang dahulu saya serahkan bersama kaum musryikin melainkan saya infakkan pula kepada kaum muslimin yang serupa dengannya. Mudah-mudahan urusanku dapat menyusul satu sama lainnya.”

Pada penghujung umurnya ia ditugaskan sebagai Gubernur dinegeri Kurdus, tapi ia memilih bertugas di pos perbatasan. Ia menghabiskan waktunya bertugas sebagai khirosah di perbatasan sampai ia meninggal karena penyakit tha’un. Nabi SAW pernah bersabda “Wabah tha’un adalah syahid setiap muslim.”

Inilah akhir kehidupan yang khusnul khatimah. Allah telah mengganti keburukan keburukan yang dilakukan Suhail bin Amr r.a dengan kebaikan kebaikan. Sungguh ketika Iman telah terhunjam dalam hati ia ibarat akar pohon yang kuat masuk kedalam tanah dan mampu bertahan terhadap badai godaan yang besar sekalipun. Mumtaz…

Read More......

Orang yang disegani Malaikat

Rasulullah SAW diutus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak. Aisyah r.a yang juga istrinya berkata,” Akhlak Rasulullah SAW adalah Al Quran”. Rasulullah itu adalah Al Quran yang berjalan. Meskipun musuh musuhnya dari kaum kafir Quraisy selalu memusuhi Beliau namun bila mereka pergi keluar negeri untuk berdagang mereka selalu menitipkan/mengamanahkan barang titipan mereka kepada Rasulullah SAW. Ini sungguh luar biasa. Demikian tinggi akhlak Rasulullah SAW sampai musuhpun masih percaya kepadanya untuk mengurusi harta mereka. Demikian juga tentang seorang sahabat Nabi SAW yang satu ini, dia sangat memiliki rasa malu. Bahkan ada riwayat yang mengatakan bila ia sedang mandi di kamar mandi yang tertutup sekalipun ia tidak berani menegakkan punggungnya karena demikian tinggi rasa malunya. Dialah Sahabat Utsman bin Affan r.a.

Aisyah r.a meriwayatkan bahwa pada suatu hari ayahnya Abu Bakar As Shiddiq r.a minta izin bertemu Rasulullah SAW yang sedang beristirahat dan berbaring serta bajunya terangkat sehingga salah satu betisnya terlihat

Selesai berbincang dan menunaikan hajatnya, Abu Bakar r.a pun segera pulang. Kemudian yang kedua datanglah Umar bin Khattab r.a dan selepas berbincang beberapa waktu lamanya Umar r.a pun pulang. Tak berapa lama kemudian datanglah Utsman bin Affan r.a dan minta izin bertemu dengannya.

Mendengar Utsman r.a yang datang, Rasulullah SAW tiba-tiba memperbaiki posisinya dan duduk serta merapikan pakaiannya, lalu menutupi betisnya yang terbuka.Selepas berbincang beberapa waktu lamanya Utsman r.a pun pulang.

Setelah Utsman r.a pulang, Aisyah bertanya: “Ya Rasulullah tadi saya melihat bahwa engkau tidak bersiap siap menerima sahabatamu Abu Bakar r.a dan Umar r.a tetapi kenapa engkau bersiap siap menyambut kedatangan Utsman r.a?”

Rasulullah SAW menjawab: “Utsman seorang pemalu. Kalau dia masuk sedang aku masih berbaring, dia pasti malu untuk masuk dan akan cepat-cepat pulang sebelum menyelesaikan hajatnya. Hai Aisyah, tidakkah aku patut malu kepada seorang yang disegani malaikat?” (Hadis Riwayat Ahmad)

Sesungguhnya Rasulullah SAW sendiri adalah seorang yang sangat pemalu, bahkan lebih malu dari gadis pingitan. Sifat malu adalah sebagian dari iman. Rasulullah juga bersabda “Sifat malu tiada menimbulkan kecuali kebaikan”

Sering kita jumpai akibat tidak punya rasa malu maka kemaksiatan terbuka selebar lebarnya didepan mata kita. Orang yang tidak memiliki rasa malu maka akan berbuat maksiat sekehendak hatinya. Budaya malu juga mulai terkikis dinegeri ini. Mulai dari pacaran didepan umum, minum minuman keras di pinggir jalan, juga kebiasaan bugil didepan kamera dan korupsi yang sudah merajalela. Semua itu karena rasa malu yang sudah hampir hilang. Dan menjadi tugas kita mulai dari keluarga untuk menanamkan rasa malu terhadap diri sendiri dan lingkungan kita, Semoga…

Read More......

Mencintai Syahid

Rasa rindu sudah tidak tertahan dilubuk hatinya. Berada disamping orang yang paling mulia di muka buni ini adalah impiannya selama minggu minggu terakhir. Maka ia pun membulatkan tekad untuk menyusul kekasihnya di tanah harapan, Darul Hijrah Madinah Al Munawarah. Adalah Wahab bin Qabus r.a, ia sudah memeluk islam sejak awal. Beliau memiliki banyak ternak kambing. Ketika dalam perjalanan menuju Madinah Beliau mendengar Rasulullah SAW dan para sahabat sedang berjihad di medan peperangan Uhud. Didapatinya medan Uhud yang begitu panas terik, ringkihan kuda menambah pikuk suasana. Unta unta berlarian dihela penunggangnya. Kilatan pedang menambah silau panas siang hari itu. Nampak oleh Wahab bin Qabus r.a Rasulullah SAW sedang dikepung oleh musuh musuh Allah, jumlahnya terlalu banyak dan Rasulullah SAW menghadapi seorang diri karena sahabat sahabat yang lain juga dalam kondisi sulit. Dengan lantang dan penuh semangat Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa di antara kamu sekalian yang dapat menceraikan musuh-musuh ini, dia akan menjadi temanku ketika di syurga kelak.”

Wahab bin Qabus r.a menyambut seruan itu dengan memacu kuda sekencang kencangnya. Kini pedang terhunus telah ia siapkan menyambut musuh musuh yang mengepung Rasulullah SAW. Dia berhasil membubarkan mereka. Tapi gelombang pasukan kedua dan ketiga dari pihak musuh makin menjadi jadi dan mereka berhasil merobohkan Wahab bin Qabus r.a dari kudanya. Sahabat yang mulia ini telah menjemput syahidnya.

Peperangan telah usai, kini waktunya mengumpulkan jenazah para sahabat. Sahabat Nabi SAW Saad bin Abi Waqqas r.a ketika melihat jasad Wahab bin Qabus berkata, ““Aku sekali-kali tidak pernah melihat seorang pejuang Islam yang benar-benar berjuang dengan beraninya tanpa sedikit pun tersingkap kegentaran di hatinya seperti Wahab r.a. Aaku melihat Rasulullah SAW terpaku berdiri di sisi mayatnya lalu bersabda : “Wahab!, Wahab!. Sesungguhnya kamu telah menyenangi hatiku, semoga Allah akan memberi kesenangan terhadapmu.”

Inilah bukti dari rasa cinta yang sebenarnya. Cinta yang tidak hanya terucap oleh lisan, tapi juga oleh amal nyata. Wahab bin Qabus r.a memberi kita teladan bagaimana menyenangkan hati Rasulullah SAW. Seorang penyair berkata “ Lelah dan letih aku menapaki jalan, Aku tetap melangkah menuju yang kukasihi….Tak peduli gunung dan lautan membentang, mereka tak akan menghalangiku menuju Ridho Illahi”

Read More......

Tutupilah kakinya dengan daun-daun Azkhar

Menjadi seorang pemuda tampan, kaya raya dengan asesoris serba mahal, parfum paling semerbak dan banyak memiliki fans adalah impian hampir semua anak zaman sekarang. Sahabat Nabi SAW yang satu ini demikianlah halnya. Sebelum masuk islam dia adalah pujaan hati semua wanita di kota Mekkah dan impian hati para orang tua untuk menjadi mertuanya. Dibesarkan oleh keluarga yang kaya raya dan diperlakukan dengan istimewa. Mengenakan pakaian seharga 200 dirham sudah sering ia dapatkan.

Namanya Mus’ab bin Umair r.a, telah masuk islam dari awal tapi tidak diketahui oleh orang tuanya. Ketika orang tuanya mengetahui maka ia mendapatkan perlakuan yang kasar dan diikat didalam rumah supaya tidak kabur.Ketika ada seruan untuk hijrah ke Habsyah ia mendapat kesempatan meloloskan diri lalu ikut hijrah ke habsyah bersama Ja’far bin Abi Thalib r.a dan rombongan yang lain. Sekembalinya dari Habsyah Rasulullah SAW menyuruh Mus’ab bin Umair r.a sebagai Duta pertama yang mendakwahkan Islam di kota Yatsrib. Di Madinah ia mendapatkan sambutan yang baik dan ia mendapat Sahabat Muaz bin Jabal r.a sebagai saudaranya.

Pada suatu hari Rasulullah SAW dan para sahabat sedang membuat suatu majelis, kemudian berlalu dihadapan mereka seseorang dengan pakaian yang banyak bertambal. Bahkan ada bagian baju yang sobek dan ditembel dengan kulit hewan.Tak terasa air mata Rasulullah SAW yang mulia menetes. Masih segar diingatan mereka bahwa itu adalah pemuda dari keluarga kaya raya. Hidup tidak pernah kekurangan apalagi kesusahan. Makan dari menu yang lezat dan terjamin harganya. Senantiasa menjadi buah bibir di lisan wanita wanita kota Mekkah. Kini Islam telah merenggut assesoris dunia penuh kemewahan yang pernah disandang. Mus’ab bin Umair lebih memilih duduk bersama majelis Rasulullah, kadang kepanasan kadang kehujanan dari pada duduk di rumah megahnya di Mekkah dengan dikelilingi makanan enak, musik mengalun dan dilayani budak budak pilihan. Ia lebih nikmat dengan perut yang sering keroncongan karena jarang makan tapi khusyu beribadah di masjid bersama Nabi SAW. Malam malam yang biasanya dilalui dengan berkumpul bersama kaum kerabat sambil bercanda ria kini dilalui dengan linangan airmata di sujudnya dengan dzikir dan doa yang panjang. Mus’ab bin Umair r.a sesungguhnya telah meretas jalan yang dulu pernah dilalui para Nabi Allah. Bila perjalanan ke akhirat ibarat sebuah gerbong kereta api maka hanya dengan menumpang kereta api itu kita akan sampai distasiun yang dituju. Sekalipun kita ada di gerbong yang terakhir atau hanya bergelayutan di pegangan pintu maka kita yakin bahwa kita akan sampai di stasiun yang kita tuju. Tapi meskipun kita ada digerbong mewah dan serba nyaman kalau kita menggunakan kereta yang lain maka kita tidak akan pernah sampai di stasiun yang sebenarnya.

Ketika panggilan jihad Uhud dikumandangkan Mus’ab bin Umair termasuk dalam barisan yang pertama. Bahkan Ia mendapat kehormatan sebagai pemegang utama bendera Islam. Ketika pasukan Islam terdesak dan ada sebagian yang mundur maka Mus’ab bin Umair r.a tetap kokoh memegang panji Islam dengan erat sambil berdiri tak goyang dari tempatnya. Musuh musuh pun makin gencar melakukan serangan apalagi setelah pasukan Khalid bin Walid (waktu itu belum masuk Islam) berhasil menguasi bukit tempat pasukan panah melakukan serangan. Pasukan islam banyak yang lepas dari koordinasi, tidak rapi seperti awalnya. Saat itu seorang musuh mengayunkan pedangnya dan memutus tangan kanan Mus’ab bin umair r.a. Mus’ab sempoyongan dan berhasil bangkit memegang panji dengan tangan kirinya. Musuh melakukan serangan lagi dan berhasil memutus tangan kiri Mus’ab. Ia terjatuh bersimbah darah tapi masih hidup. Seluruh kekuatannya dikumpulkan lagi dan berhasil memegang kembali panji islam didepan dadanya dibantu dengan sisa kedua tangan yang telah terpotong. Tak berselang lama sebuah anak panah menembus dadanya dan robohlah ia sebagai syuhada. Seorang sahabat Nabi SAW yang lain datang dan merebut kembali Panji Islam dari jasad Mus’ab bin umair r.a.

Disaat saat pemakamannya, beliau hanya memiliki sehelai kain yang tidak cukup menutupi jasadnya. Bila kepalanya ditutupi maka kakinya akan terbuka dan bila kakinya ditutupi maka kepalanya akan terbuka. Rasulullah SAW mendekati dan bersabda, ““Selimutkanlah kepalanya dengan kain itu dan tutupilah kakinya dengan daun-daun Azkhar.”

Inilah sebuah akhir kegemilangan seorang pemuda dalam menegakkan Panji Islam. Dia memang telah kehilangan kemewahan dan gemerlapnya dunia, tapi ia mendapat ganti yang jauh lebih baik, yakni syurga. Perjalanan dari pemuda yang kaya raya dan berakhir dengan hanya mempunyai pakaian yang tidak cukup menutupi jasadnya.. Subhanallah..Yaa Allah berilah kami kekuatan untuk mencintai dan meneladani orang orang besar seperti mereka..Amiin

Read More......

Dzunnurrain (yang punya dua cahaya)

Apakah pernah kita berpikir bagaimana beratnya menyalin lembaran lembaran Al Quran menjadi sebuah kitab yang satu,apalagi pada zaman sahabat Nabi SAW belum ada percetakan apalagi teknologi computer? Inilah salah satu ijtihad terbesar untuk menyelamatkan Al Quran demi menjaga kemurniannya. Adalah seorang sahabat Nabi yang juga menjadi menantunya punya pekerjaan besar ini.Beliau mendapat julukan Dzunnurrain (yang punya dua cahaya). Sebab digelari Dzunnuraian karena Rasulullah menikahkan dua putrinya untuknya; Roqqoyah dan Ummu Kultsum. Ketika Ummu Kultsum wafat, Rasulullah SAW bersabda; “Sekiranya kami punya anak perempuan yang ketiga, niscaya aku nikahkan denganmu.” Dia adalah Sahabat Utsman bin Affan r.a. Seorang saudagar yang kaya raya. Peternakannya juga sangat banyak dari kebanyakan orang arab. Beliau sangat dermawan dan juga sangat pemalu. Utsman bin Affan r.a berasal dari Bani Umayyah. Lahir pada tahun keenam tahun Gajah, lima tahun lebih muda dari Rasullulah SAW. Nama ibunya adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Beliau masuk Islam atas ajakan Abu Bakar. Beliau adalah salah satu sahabat besar dan utama Nabi Muhammad SAW, serta termasuk pula golongan as-Sabiqun al-Awwalin, yaitu orang-orang yang terdahulu Islam.

Sewaktu penyiksaan dan intimidasi dari Kaum Quraisy terhadap umat islam di Mekkah semakin berat maka atas perintah Rasulullah SAW Utsman bin Affan mempin rombongan hijrah ke Habsyah/ Ethiopia. Sahabat sahabat lain yang menyertainya antara lain Abu Khudzaifah, Zubir bin Awwam, Abdurahman bin Auf dan lain-lain. Tapi rupanya dakwah di Habsyah tidak berkembang dengan pesat. Kemudian datang perintah Rasulullah SAW untuk hijrah ke Madinah. Utsman bin Affan segera memenuhi seruan itu, ditinggalkan perniagaanya dan disumbangkan hartanya untuk perjuangan demi tegknya Islam.

Utsman bin Affan pernah diamanahi sebagai Gubernur Madinah sebanyak dua kali semasa Rasulullah SAW masih hidup, yaitu pada waktu perang Dzatir Riqa dan perang Ghatfahan. Beliau seorang yang dermawan.Banyak harta yang telah disumbangkan untuk perjuangan Islam, seperti :

1. Utsman bin Affan r.a membeli sumur dari seorang Yahudi seharga 200.000 dirham yang kira-kira sama dengan dua setengah kg emas. Sumur itu beliau wakafkan untuk kepentingan rakyat umum.
2. Memperluas Masjid Madinah dan membeli tanah disekitarnya.
3. Beliau mendermakan 1000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya ekspedisi tersebut.
4. Pada masa pemerintahan Abu Bakar,Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.

Pada masa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq ra, kaum Muslimin dilanda kemarau dahsyat. Mereka mendatangi Khalifah Abu Bakar dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sudah lama sekali hujan tidak turun dan kemarau tidak berkesudahan apa yang harus kami lakukan untuk memenuhi kebutuhan kami?

Abu Bakar ra menjawab: “Pergilah dan sabarlah. Aku berharap sebelum tiba malam hari Allah akan meringankan kesulitan kalian.”

Pada petang harinya di Syam ada sebuah kafilah dengan 1,000 unta mengangkut beragam makanan berisi gandum, minyak dan kismis. Unta itu lalu di depan rumah Utsman bin Affan r.a, lalu mereka menurunkan muatannya. Tidak lama kemudian dating seorang saudgar kaya raya menemui Utsman, si pedagang kaya, dengan maksud ingin membeli barang itu.

Lalu Utsman berkata kepada mereka: “Berapa banyak keuntungan yang aku dapatkan bila engkau akan membelinya?

Mereka jawab: “Dua kali lipat.”

Utsman menjawab: “Sayang sekali, sudah ada penawaran yang jauh lebih tinggi.”

Pedagang itu kemudian menawarkan empat sampai lima kali lipat, tetapi Utsman menolak dengan alasan sudah ada penawar yang akan memberi lebih banyak.

Pedagang menjadi bingung lalu berkata lagi pada Utsman bin Affan r.a: “Wahai, Utsman, di Madinah tidak ada pedagang selain kami, dan tidak ada yang mendahului kami dalam penawaran. Siapa yang berani memberi lebih?” Utsman menjawab: Allah SWT memberi kepadaku 10 kali lipat, apakah kalian dapat memberi lebih dari itu?”

Mereka serentak menjawab: “Tidak!”

Utsman berkata lagi: “Aku menjadikan Allah sebagai saksi bahawa seluruh yang dibawa kafilah itu adalah sedekah kerana Allah, untuk fakir miskin daripada kaum muslimin.”

Petang hari itu juga Utsman ra membahagi-bahagikan seluruh makanan yang dibawa unta tadi kepada setiap fakir dan miskin. Mereka semua mendapat bahagian yang cukup untuk keperluan keluarganya masing-masing dalam jangka waktu yang lama.

Usman bin Affan adalah Khalifah yang ketiga setelah Abu Bakar r.a dan Umar bin Khattab r.a. Masa kekhalifahannya adalah masa yang paling makmur dan sejahtera. Rakyat hidup dengan berkecukupan. Susah menjumpai orang yang kelaparan. Daerah kekuasaan Islam pun makin luas. Bahkan apabila ada budak yang dijual maka harganya berdasarkan berat timbangannya. Beliau Khalifah yang pertama merenovasi Masjid Al Haram dan Masjid Nabawi, juga dibangun sebuah gedung untuk mengadili suatu perkara.

Dibawah kekhalifahan Usman bin Affan r.a pasukan islam berhasil menaklukan Syria dan Muawiyah yang menjadi gubernurnya. Sedangkan Afrika Utara ditaklukan oleh panglima Amr bin Ash r.a. Selanjutnya daerah Arjan,Persia,Khurasanan dan wilayah Iran. Prestasi gemilang lainnya adalah meresmikan mushaf yang disebut Mushaf Utsmani, yaitu kitab suci Al Qur’an yang dipakai oleh seluruh umat islam diseluruh dunia sekarang ini. Mushaf ini dibuat sebanyak lima buah, satu buah dipegang oleh Khalifah Utsman, yang empat disebar kebeberapa daerah seperti Makkah, Syria, Basrah dan Kufah. Dari Mushaf yang ditulis di zaman Utsman itulah kaum muslimin di seluruh pelosok menyalin dan memperbanyak al-Quran.

Allah SWT hendak menyelamatkan Al-Quran dari segala upaya perubahan. Dia memelihara kemurnian dan kelangsungannya sampai hari kiamat.

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya Kami (pulalah) yang memeliharanya.” (Al Hijr). Utsman bin Affan r.a akan tetap selalu dikenang sebagai orang yang paling berjasa dalam bidang ini.

Read More......

Bahaya Ghibah

Ghibah adalah perbuatan yang tercela tapi sangat ringan untuk dilaksanakan, demikian ringannya ghibah dilakukan hingga Ummul mukminin Aisyah r.a tanpa sadar telah berghibah kepada seorang wanita yang mengunjungi Nabi dan mengatakan” Pendek amat wanita itu”. Ghibah dapat mencerai-beraikan ikatan kasih sayang dan ukhuwah sesama manusia..

Rasulullah SAW bersabda “Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu bila apa yang diceritakan itu benar ada padanya ?” Rasulullah memenjawab, “kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar, berarti engkau telah berbuat buhtan (mengada-ada).” (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).

Imam an-Nawawi berkata dalam al-Adzkar, ” ghibah adalah engkau
menyebut seseorang dengan apa yang ia tidak sukai, sama saja apakah
menyangkut tubuhnya, agamanya, dunianya, jiwanya, fisiknya, akhlaknya,
hartanya, anaknya, orang tuanya, istrinya, pembantunya, budaknya, sorbannya,
pakaiannya, cara jalannya, gerakannya, senyumnya, muka masamnya, atau yang
selainnya dari perkara yang menyangkut diri orang tersebut. Sama saja apakah
engkau menyebut tentang orang tersebut dengan bibirmu, atau tulisanmu,
isyarat matamu, isyarat tanganmu, isyarat kepalamu atau yang semisalnya”

Dalam suatu perjalanan dalam jihad fisabilillah Rasulullah SAW telah menetapkan keputusan bahwa bila ada dua orang yang mampu maka hendaklah ia menanggung satu orang yang tidak mampu. Perjalanan berlangsung amat melelahkan dan ketika senja beranjak mereka mendirikan tenda. Merasa sangat lelah Sahabat Salman Al Farisi langsung berselonjor istirahat. Tak terasa kantuk menyerang dengan sangat cepat dan ia tidur dengan pulas. Ketika itu dua orang temannya yang kaya dan yang menanggung perjalannya sedang sibuk memasak tanpa bantuan Salman Al Farisi sedikitpun,lalu seseorang diantar mereka berkata : “Apakah maksud orang ini, hanya mahu datang kekhemah yang sudah didirikan kemudian langsung tidur dan hanya makan makanan yang sudah siap?”. Selang berapa waktu Salman terbangun dan didapatinya makanan telah siap tapi belum ada lauk pauk yang dapat dijadikan penambah selera makanan. Kemudian mereka berkata kepada Salman: “Pergilah engkau kepada Nabi Muhammad s.a.w. minta lauk pauk untuk kami.” Maka pergilah Salman menyampaikan kepada Nabi Muhammad s.a.w. permintaan mereka. Nabi Muhammad s.a.w. bersabda kepada Salman: “Beritahulah kepada mereka bahawa mereka telah makan lauk pauk.” Maka kembalilah Salman kepada kawan-kawannya dan memberitahu apa yang dikatakan oleh Nabi Muhammad s.a.w. Lalu mereka berkata: “Kami belum makan apa-apa.” Salman berkata: “Nabi Muhammad s.a.w. tidak berdusta dalam sabdanya.” .merasa sedikit kesal kedua orang itu pergi menghadap Nabi SAW dan menanyakan lauk pauk yang belum mereka dapatkan sebagai jatah hari itu.Lalu dikatakan oleh Nabi Muhammad s.a.w.:”Kamu telah makan daging saudaramu ketika kamu membicarakan (ghibah) padanya diwaktu ia sedang tidur.” Lalu Nabi Muhammad s.a.w. membacakan Surah Alhujuraat ayat 12 (Yang berbunyi): “Ya ayyuhalladzina aamanuuj tanibu katsira minadhdhanni inna ba’dhadhdhaani its mun wala tajassanu, wala yagh tabba’dhukum ba’dha, a yuhibbu ahadukum an ya’kula lahma akhihi maita fakarih tumuuhu.” (Yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakkan sangka-sangka, sebab sebahagian dari sangka-sangka itu dosa. Dan jangan menyelidiki kesalahan orang lain dan jangan ghibah (membicarakan hal orang lain) setengahmu pada setengahnya, apakah suka salah satu sekiranya makan daging saudara yang telah mati, tentu kamu jijik (tidak suka).”

Read More......

Ghasilul Malaikah

Gelar gelar yang mulia hanya akan didapat oleh orang orang yang mulia. Bagi umat manusia pada umumnya maka gelar radhiallahu’anhum ajma’in adalah gelar terbaik bagi yang menyandangnya. Gerlar radhiallahu’anhum ajma’in lebih baik dari gelar gelar keduniaan seperi Professor, Doctor, Phd, MA, BA, Sarjana Pendidikan atau lain lain. Diantara para sahabat sahabat Nabi SAW terdapat gelar gelar yang agung seperi Ass Shiddiq untuk Abu Bakar, Al Faruq untuk Umar bin Khattab , Dzunnurrain untuk Utsman bin Affan , Babul Ilmi untuk Imam Ali bin Abi Thalib dan yang hendak saya sampaikan disinni adalah gelar Ghasilul Malaikah yang berarti orang yang jenazahnya dimandikan oleh para malaikat.

Dia adalah Hanzalah r.a seorang sahabt Nabi SAW yang berjiwa pemberani. Semangatnya dalam berjihad tidak bisa dipendam meski sudah mendapat rukhsoh oleh Nabi SAW untuk tidak ikut berperang karena baru saja melangsungkan akad nikah. Dia tidak merasa tenang ketika pada pagi hari ketika hendak mandi junub tersiar berita terdesaknya kamu muslimin pada perang Uhud. Meski belum sempat menyempurnakan mandi junubnya ia langsung memacu kudanya sekencang mungkin untuk segera menyusul Rasulullah SAW dan kaum muslimin yang sedang terdesak di medan Uhud.

Pertempuran sengit tengah terjadi dan dengan gigihnya Hanzhalah terus maju menerobos kemah musuh sambil melawan setiap musuh yang dihadapinya. Tiap sabetan pedang yang ia lancarkan selalu membuat musuh kewalahan. Ia menyerang dengan penuh keberanian dan menerobos barisan musuh yang kuat pimpinan Abu Sufyan sampai akhirnya beliau gugur syahid. Sahabat yang mulia ini telah rela meninggalkan istrinya di kamar pengantin demi menuju kamar pengantin yang sesungguhnya. Sahabat yang mulia ini telah bersimbah darah dalam membela Islam dan kini ia telah bersimbah pahala kebaikan dan sebentar lagi akan memetiknya di syurga. Sahabat yang mulia ini telah mengukir dengan tinta emas akan arti hidup sebagai seorang muslim yang lebih mendahulukan keinginan Allah dan RasulNYa dari pada keinginan pribadinya.Kini gugurlah seorang Perwira Islam di jalan Allah swt. Yang gugurnya dalam keadaan junub. Kemudian para sahabatpun mengebumikan jenazahnya tanpa mengetahui bahwa ia seharusnya dimandikan terlebih dahulu. Rasulullah saw. Akhirnya bersabda : “Aku melihat malaikat tengah memandikan mayat Hanzhalah r.a.”

Abu Sa’id Saidi r.a. menerangkan, “setelah mendengar kabar ini dari Rasulullah saw. Akupun pergi untuk melihat Hanzhalah, dan ketika itu aku melihat tetesan-tetesan air berjatuhan dari rambutnya, seperti orang yang baru selesai mandi “.

Read More......

Keteladanan dari Hasan r.a dan Husein r.a

Rasa cinta dan kasih sayang Rasulullah SAW kepada dua orang cucunya yaitu Hasan dan Husein sudah menjadi rahasia umum dikalangan sahabat. Sering para sahabat menjumpai Rasulullah mengajak kedua cucunya itu bermain. Kadang bermain sambil menunggang layaknya unta dengan posisi Rasulullah sebagai tunggangannya dan kakak beradik itu sebagai penunggangnya atau terkadang bermain ayunan kaki dan mereka bermain main main diatas dada Rasulullah SAW.

Karena interaksi yang dalam itulah maka kedua orang pemuda penghulu syurga itu telah mewarisi akhlak yang agung, semangat ibadah yang tinggi, kedermawanan tiada tara dan pengorbanan dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar yang tiada bandingnya.

Sebuah hadits dari Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad shahih dari Said ibn Abi Râsyid dari Ya’la al ‘Âmiri ia keluar bersama Rasulullah saw. ke sebuah jamuan makan, ia berkata “Lalu Rasulullah mendapati Husain di jalanan sedang bermain bersama teman-temannya, Nabi saw. Bergurau dengannya, Husain lari ke sana dan ke mari lalu Nabi saw. mengambilnya dan menggendongnya, beliau meletakan salah satu tangan Husain di telengkuk beliau sementara tangan satunya di janggut, kemudian beliau meletakan mulut beliau di mulut Husain dan menciumnya dan berkata:
“Husain bagian dariku dan aku bagian dari Husain. Ya Allah, cintailah orang yang mencinta Husain. Husain adalah sibthun (anak) dari anakku.”
Dalam kesempatan yang lain Imam Ahmad meriwayatkan pula dengan sanad sahih dari Abdur Rahman ibn Mas’ud dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, “Rasulullah keluar bersama Hasan dan Husain menemui kami, yang satu di atas pundak kanan beliau dan yang satu di atas pundak kiri beliau, sambil menciumi keduanya sampai beliau tiba di hadapan kami, lalu ada seorang berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah engkau mencinta keduanya! Maka Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa mencintai keduanya maka ia benar-benar mencintaiku dan barang siapa membenci keduanya maka ia benar-benar membenciku.”
Kedua anak itu tumbuh dalam balutan cahaya kenabian dan dekapan nur hidayah maka menjadilah mereka sosok pemuda teladan dizamannya dan hingga akhir zaman. Ada sebuah kisah menarik dari keteladanan mereka dalam menyampaikan ilmu kepada orang yang lebih tua. Pada suatu hari Hasan dan Husein pergi ke mesjid dan menjumpai seorang tua yang sedang berwudhu lalu shalat. Ternyata wudhu dan shalat orang tua itu terlihat kurang sempurna. Hasan dan Husein ingin memperbaiki dan meluruskannya, tetapi khawatir menyinggung perasaannya.
Akhirnya mereka sepakat untuk memakai cara pendekatan. Di hadapan orang tua tersebut mereka berdebat dan masing-masing mengatakan bahwa dialah yang lebih benar wudhu dan shalatnya. Mereka lalu meminta orang tua itu untuk menilainya.

Lalu mereka masing-masing melakukan wudhu dan shalat. Setelah orang tua itu melihat tata cara berwudhu dan shalat mereka, dia mengoreksi dirinya dan menyadari bahwa wudhu dan shalatnya ternyata cacat serta tidak sesempurna kedua pemuda itu.

Maka dia berkata kepada keduanya, “Alangkah baiknya wudhu dan shalat kalian, serta alangkah baiknya tuntunan dan bimbingan kalian kepadaku. Semoga Allah memberkahi kalian

Read More......

Sudah lama kami menunggu kehadiranmu

Sebagian orang berkata bahwa mimpi itu adalah bunga tidur. Ada juga yang mengatakan bahwa mimpi itu hayalan seseorang yang ingin dicapai namun sangat sulit untuk diwujudkan dalam kenyataan. Tapi mimpi seorang yang shaleh lagi bersungguh sungguh dalam amal agama maka itu adalah isyarat atau ilham dari Rabb yang maha suci,bahkan apabila kita mimpi bertemu dengan Rasulullah SAW maka itu adalah sebuah pertemuan dengan Rasulullah SAW sebagaimana pertemuan Beliau SAW dengan sahabat sahabatnya sewaktu mereka masih hidup, karena syaitan tidak akan pernah bisa meniru bentuk fisik dari Rasulullah SAW.

Adalah sebuah kisah mimpi yang menjadi penyemangat dalam berjihad dijalan Allah. Mimpi ini dialami oleh seorang yang shaleh bernama Sa’id bin Harits. Mimpi ini ia alami pada malam hari pada peristiwa berjihad melawan Romawi pada tahun 38 H. Sa’id bin Harits dikenal sebagai ahli ibadah. Siangnya diisi dengan shaum dan malamnya diisi dengan tahajud. Begitu juga amalan zikir dan tilawahnya selalu istiqomah dia kerjakan. Seakan akan itu adalah menu makanannya sehari hari yang tidak bisa ia tinggalkan.
Malam itu Sa’id bin Harits sedang bergantian berjaga/khirosah dengan teman satu tendanya didaerah pertahanan musuh. Karena merasa ngantuk maka Sa’id bin Harits minta agar diberi kesempatan tidur lebih dulu sehingga nanti ia bisa bangun tengah malam bergiliran untuk mendapat tugas menjaga temannya sekalian mendirikan qiyamullail.
Lalu dia tidur. Di saat itu terdengar Said berbicara dan tertawa, lalu mengulurkan tangan kanannya seolah-olah mengambil sesuatu kemudian mengembalikan tangannya sambil tertawa. Kemudian ia berkata, ‘Semalam.’ Setelah berkata seperti itu tiba-tiba ia melompat dari tidurnya dan terbangun dan bergegaslah dia bertahlil, bertakbir, dan bertahmid.
Sepontan saja teman satu tendanya merasa kaget dan menanyakan apa yang baru saja ia alami dalam mimpinya
Sa’id bin Harits menjawab, ‘Aku melihat ada dua orang yang belum pernah aku lihat kesempurnaan dalam diri mereka dan belum pernah aku melihat mereka berdua sebelumnya. Dua orang itu berkata kepadaku, ‘Wahai Sa’id, berbahagialah, sesungguhnya Allah swt. telah mengampuni dosa-dosamu, memberkati usahamu, menerima amalmu, dan mengabulkan doamu. Pergilah bersama kami agar kami menunjukkan kepadamu kenikmatan-kenikmatan apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepadamu.’
Tak henti-hentinya Sa’id menceritakan apa-apa yang dilihatnya, mulai dari gedung gedung yang megah, para bidadari, permadani permadani yang indah, sungai madu dan cangkir cangkir yang terbuat dari emas hingga tempat tidur yang di atasnya ada seorang bidadari yang tubuhnya bagaikan mutiara yang tersimpan di dalamnya. Bidadari itu berkata kepadanya, “Sudah lama kami menunggu kehadiranmu.” Lalu aku berkata kepadanya, “Di mana aku?” Dia menjawab, “Di surga Ma’wa.” Aku bertanya lagi, “Siapa kamu?” Dia menjawab, “Aku adalah istrimu untuk selamanya.”
Sa’id melanjutkan ceritanya. “Kemudian aku ulurkan tanganku untuk menyentuhnya. Akan tetapi dia menolak dengan lembut sambil berkata, ‘Untuk saat ini jangan dulu, karena engkau akan kembali ke dunia.’ Aku berkata kepadanya, “Aku tidak mau kembali.” Lalu dia berkata, “Hal itu adalah keharusan, kamu akan tinggal di sana selama tiga hari, lalu kamu akan berbuka puasa bersama kami pada malam ketiga, insya Allah.”
Lalu aku berkata, “Semalam, semalam.” Dia menjawab, “Hal itu adalah sebuah kepastian.” Kemudian aku bangkit dari hadapannya, dan aku melompat karena dia berdiri, dan saya terbangun dari tidurku.
Mendengar ceritanya itu seorang sahabatnya berkata, “Bersyukurlah kepada Allah, wahai saudaraku, karena Dia telah memperlihatkan pahala dari amalmu.” Lalu Sa’id berkata, “Apakah ada orang lain yang bermimpi seperti mimpiku itu?” sahabatnya menjawab, “Tidak ada.” Sa’id berkata, “Dengan nama Allah, aku meminta kepadamu untuk merahasiakan hal ini selama aku masih hidup.” sahabatnya menjawab, “Baiklah.”
Lalu Sa’id keluar di siang hari untuk berjihad mengangat pedang melawan musuh musuh Allah sambil berpuasa, dan di malam hari ia melakukan shalat malam,tilawah dan zikir sambil dipenuhi isak tangis. Sampai tiba saatnya, dan sampailah malam ketiga. Dia masih saja berperang melawan musuh, dia membabat musuh-musuhnya tanpa sekalipun terluka.. Sampai pada saat matahari menjelang terbenam, seorang lelaki melemparkan panahnya dari atas benteng dan tepat mengenai tenggorokannya. Kemudian dia jatuh tersungkur, sahabatnya yang satu tenda mendekatinya dan berkata kepadanya, “Selamat atas kemenanganmu.kamu akan berbuka pada malam ini, seandainya aku bisa bersamamu, seandainya….”
Dengan sangat lirih meregang nyawa Sa’id ingin mengatakan ‘Rahasiakanlah ceritaku itu hingga aku meninggal’. Kemudian dari bibirnya keluar kata-kata, “Segala puji bagi Allah yang telah menepati janji-Nya kepada kami.” Maka demi Allah, dia tidak berucap kata-kata selain itu sampai dia meninggal.
Sahabatnya itupun berlari kepada kawan kawannya dan menyeru dengan lantang, “Wahai hamba-hamba Allah, hendaklah kalian semua melakukan amalan untuk hal seperti ini,”. Keesokan harinya pasukan muslimin pergi menyerbu benteng musuh dengan niat yang tulus dan dengan hati yang penuh kerinduan kepada Allah swt. Dan sebelum berlalunya waktu Dhuha benteng sudah bisa dikuasai berkat seorang lelaki shaleh itu, yaitu Sa’id bin Harits.

Read More......

Hadiah untuk Umar bin Khattab r.a

Umar bin Khattab r.a adalah salah satu sahabat yang menjadi mertua dari Rasulullah SAW. Sewaktu anaknya yaitu Hafsah r.a hendak dicarikan jodoh maka Umar bin Khattab menawarkannya kepada Abu Bakar As Shiddiq r.a dan Utsman bin Affan r.a tapi kedua sahabat utama itu diam saja tidak menyambut tawaran Umar. Dalam hati Umar bin Khattab merasa sedih karena dua orang sahabat itu yang paling dianggap sekufu dengan anak perempuannya yang bernama Hafsah tidak menyambut tawarannya. Maka ia pergi mengadukan dua orang sahabatnya itu kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW tersenyum menanggapi pengaduan Umar bin Khattab r.a dan berkata,” Sesungguhnya Hafsah akan memperoleh suami yang lebih baik dari Utsman dan Utsman akan memperoleh istri yang lebih baik dari Hafsah.” Ternyata Rasulullah SAW yang meminang Hafsah untuk dijadikan istri beliau sedangkan Utsman bin Affan dinikahkan dengan puteri Rasulullah SAW yang bernama Umi Kultsum r.a

Sejak saat pernikahan Rasulullah SAW dengan Hafsah hati Umar bin Khattab r.a begitu bergembira, ia juga tidak merasa minder lagi bila berdampingan dengan Sahabat Abu Bakar As Shiddiq karena sahabatnya itu selain sebagai sahabat Nabi juga merangkap sebagai mertua Nabi maka kini Umar bin Khattab r.a bisa bernafas lega bisa mengikuti jejak Abu Bakar As Shiddiq r.a.

Semenjak Umar bin Khattab memeluk Islam kaum muslimin seakan memperoleh suatu kekuatan yang sangat besar. Sejak itulah mereka berani solat dan tawaf dikaabah secara terang-terangan. Umar r.a. adalah seorang yang wara, ia sangat teliti dalam mengamalkan Islam. Umar r.a. mempelajari surah Al-Baqoroh selama 10 tahun, ia kemudian melapor kepada Rasulullah s.a.w. , “Wahai Rasulullah s.a.w. apakah kehidupanku telah mencerminkan surah Al-Baqoroh, apabila belum maka aku tidak akan melanjutkan ke surah berikutnya”.Rasulullah s.a.w. menjawab, “Sudah..”!. Umar r.a. mengamalkan agama sesuai dengan kehendak Allah s.w.t. Kerana kesungguhannya inilah maka banyak ayat di Al-Quran yang diturunkan Allah s.w.t. berdasarkan kehendak yang ada pada hatinya, seperti mengenai pengharaman minuman keras, ayat mengenai hijab, dan beberapa ayat Al-Quran lainnya.

Rasulullah s.a.w. seringkali menceritakan kepada para sahabatnya mengenai perjalannya mi’raj menghadap Allah s.w.t. Rasulullah s.a.w. sering pula menceritakan bagaimana keadaan surga yang dijanjikan Allah s.w.t. kepada sahabat-sahabatnya. Suatu hari ketika Rasulullah s.a.w. dimi’rajkan menghadap Allah s.w.t. malaikat Jibril a.s. memperlihatkan kepada Rasulullah s.a.w. taman-taman surga. Rasulullah s.a.w. melihat ada sekumpulan bidadari yang sedang bercengkrama. Ada seorang bidadari yang begitu berbeda dari yang lainnya. Bidadari itu menyendiri dan tampak sangat pemalu. Rasulullah s.a.w. bertanya kepada Jibril a.s., “Wahai Jibril, bidadari siapakah itu”?. Malaikat Jibril a.s. menjawab, “Bidadari itu adalah diperuntukkan bagi sahabatmu Umar r.a.”. Pernah suatu hari ia membayangkan tentang surga yang engkau ceritakan keindahannya. Ia menginginkan untuknya seorang bidadari yang berbeda dari bidadari yang lainnya. Bidadari yang diinginkannya itu berkulit hitam manis, dahinya tinggi, bagian atas matanya berwarna merah, dan bagian bawah matanya berwarna biru serta memiliki sifat yang sangat pemalu. Kerana sahabat-mu itu selalu memenuhi kehendak Allah s.w.t. maka saat itu juga Allah s.w.t. menjadikan seorang bidadari untuknya sesuai dengan apa yang dikehendaki hatinya”.

Inilah sebagian keutamaan dari Umar bin Khattab r.a. Allah begitu sayang kepadanya karena pengorbanannya dalam memenuhi perintah Allah yang dilaksanakan dengan kesungguhan dan tulus ikhlas. Adakah kita ingin mengikuti jejaknya..?

Read More......

Juru dakwah pilihan

Sahabat Ubadah bin Shamit r.a adalah salah seorang tokoh kaum anshor yang hadir pada waktu Baitul Aqobah pertama.Pada waktu itu ia merupakan bagian dari dua belas orang yang berbaiat dan berjanji setia akan mengikuti dan melindungi Rasulullah SAW. Beliau seorang yang alim, amanah dan sering mendapat tugas untuk dakwah keberbagai daerah. Berbagai pertempuran yang pernah dipimpin Rasulullah SAW tak pernah ia tinggalkan. Semangatnya senantiasa tinggi dalam menyambut seruan jihad.

Telah bulat tekadnya dalam membela Islam dan mengabdikan harta, jiwa dan raganya demi tegaknya Islam. Komitmen ini senantiasa ditunjukkan dalam setiap peristiwa heroik yang pernah kaum muslimin alami. Meskipun ia dan keluarganya menjalin hubungan baik dengan kaum yahudi dari suku Qainuqa tapi bila mereka melakukan tindakan makar maka ia tak segan segan memilih Allah dan Rasulnya dalam bersekutu. Kaum yahudi mulai melakukan tindakan makar secara sembunyi sembunyi pada peristiwa perang badar dan Uhud. Dan mereka makin memperlihatkan bentuk permusuhan nyata kepada Rasulullah SAW dan kaum muslimin. Tentu saja kaum yahudi merasa kaget dengan keputusan Ubadah bin Shamit r.a. Tapi Ubadah bin Shamitr.a dengan tegas berkata “Saya hanya akan mengikuti pimpinan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman”.

Inilah yang menjadi asbabun nuzul firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 56 “Barang siapa yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman sebagai pemimpin, maka sungguh, golongan Allahlah yang akan memperoleh kemenangan.”

Dimasa pemerintahan Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a sahabat Ubadah bin Shamit r.a pernah ditawari jabatan penting sebagai amir dan ia tidak mau menerimanya karena rasa takutnya kepada Allah dalam memenuhi tanggung jawab yang diembannya dan ia hanya mau menerima tugas sebagai juru dakwah dalam memberi pengajaran agama kepada masyarakat awam.

Memang, inilah satu-satunya usaha yang lebih diutamakan Ubadah bin Shamit r.a dari lainnya, menjauhkan dirinya dari usaha-usaha lain yang ada sangkut pautnya dengan harta benda dan kemewahan sarta kekuasaan, begitu pun dari segala bahaya yang dikhawatikan akan merusak agama dirinya. Oleh sebab itu, ia memilih berangkat ke Syria bersama dua orang kawan seperjuangannya Mu’adz bin Jabal r.a dan Abu Darda r.a. Tiada tujuan lain, kecuali mereka hendak meyebarluaskan ilmu, pengertian dan cahaya bimbingan di negeri itu.

Ubadah bin Shamit r.a pernah mendatangi Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a untuk mengingatkan anak buahnya yaitu Muawiyah yang mulai tampak senang mengumpulkan perak dan emas. Apa yang dilihatnya itu adalah sudah berlebihan dan perlu ada seseorang yang mengingatkan. Sampailah sahabat yang mulia ini mendatangi seseorang yang paling baik di bumi ini pada zaman itu yaitu Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a.

Amirul Mu’minin Umar adalah seorang yang memiliki kecerdasan yang tinggi dan pandangan jauh. Ia selalu menginginkan kepala-kepala daerah tidak hanya mengandalkan kecerdasannya semata dan menggunakan tanpa tanggung jawab. Terhadap orang-orang seperti Mu’awiyah dan kawan-kawannya, tidak dibiarkan begitu saja tanpa didampingi sejumlah sahabat yang zuhud dan shaleh, serta penasihat yang tulus ikhlas. Mereka bertugas membendung keinginan-keinginan yang tidak terbatas, dan selalu mengingatkan mereka akan hari-hari dan masa Rasulullah SAW.

Ketika Ubadah bin Shamit r.a berada di kota Madinah, Umar bin Khattab r.a bertanya, “Apa yang menyebabkan anda ke sini, wahai Ubadah?” ‘Ubadah menceritakan peristiwa yang terjadi, di antaranya dengan Muawiyah, maka kata Umar bin Khattab r.a, “Kembalilah segera ke tempat Anda. Sungguh buruk jadinya, suatu negeri yang tidak punya orang seperti anda.” Lalu kepada Muawiyah dikirim pula surat yang di antara isinya terdapat kalimat:
“Tak ada kekuasaanmu sebagai amir terhadap Ubadah bin Shamit.”

Maka Ubadah bin Shamit r.a menjadi kontrol terhadap kebijaksanaan kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh Muawiyah menjadi pagar terhadap setiap keputusan amir wilayah agar tidak melanggar hak orang lain dan menjadi payung supaya hak hak rakyat dapat diperhatikan dengan sungguh sungguh oleh amir wilayah.

Inilah salah satu sosok didikan langsung dari Rasulullah saw, penuh zuhud dan ketaqwaan, tidak silau oleh gemerlap dinar dan dirham dan dirinya senantiasa mengisi hari harinya dengan cahaya keislaman yang terpatri kuat disanubarinya.

Read More......

Pengobar Semangat Jihad

Siang itu dua pasukan sedang berhadapan dalam pertempuran penentuan antara Haq dan Bathil. Sengatan mentari yang membuat keringat meleleh tiada henti tak menggeser secuilpun niat kedua belah pihak untuk mundur. Debu padang pasir yang menari nari seolah menjadi jamuan resmi tentang pesta bersimbah darah yang sebentar lagi akan digelar. Teriknya matahari yang silau bertambah kemilau ketika ribuan pedang telah terhunus lepas dari sarungnya. Makin mencekam ketika sejumlah pasukan menutupi wajahnya dengan selendang dan dibalut dengan tali ikatan yang sangat kencang. Inilah simbol keberanian yang hanya akan ditukar dengan kemenangan atau kematian.

Disebelah kanan sejumlah besar pasukan muslim dibawah komando Khalid bin Walid r.a dengan telinga sudah gatal mendengar teriakan “Allahu Akbar” dari sang Jenderal. Sementara disebelah kiri pasukan murtad pimpinan Musailamah Al AKadzab sudah siap dengan semua barisan pertahanan terbaik yang mereka miliki. Kini medan laga Yamamah akan menjadi saksi salah satu pertempuran sengit yang pernah ditulis dalam tarikh Islam.Dibarisan depan pasukan muslimin ada sosok yang sudah tidak tahan memacu kudanya untuk menerjang pasukan musuh. Tapi karena makmum harus taat kepada amir maka ia masih juga memaksa menahan semangat jihad yang sudah menyala nyala. Dia adalah Barra bin Malik r.a

Telinga Barra bin Malik r.a sudah sangat kesal dengan kebohongan dan fitnah yang diciptakan oleh Musailamah Si Pembohong. Kini matanya lincah mencari tempat yang paling cocok untuk menghabisi pasukan murtad. Tangan kirinya sudah terkunci mati memegang tali kekang kuda sedangkan tangan kanannya sudah menunjuk keatas dengan ditemani pedang kecintaannya. Tak ada yang bisa menyurutkan semangat jihad yang kini sudah ia ada di dalam gelanggang pertarungan itu. Ia hanya mencari satu kata yaitu syahid. Ia sudah rindu dengan temannya di Badar dan Uhud.

Kepahlawanan Barra’ di medan perang Yamamah wajar dan cocok dengan watak serta tabiatnya. Wajar untuk seorang pahlawan yang sampai-sampai Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a berpesan agar ia jangan jadi komandan pasukan, disebabkan keberaniannya yang luar biasa, keperwiraan dan ketetapan hatinya menghadang maut.Semua sifatnya itu akan menyebabkan kepemimpinannya dalam pasukan membahayakan anak buahnya dan dapat membawa kebinasaan.

Kini pertempuran telah pecah. Pedang bertemu pedang. Tombak bertemu tombak. Dan anak panah terus beterbangan diatas padang pasir menembus debu yang pekat.Suara ringkikan kuda makin menambah hiruk pikuk suasana medan Yamamah. Diawal pasukan islam berhasil memukul mundur pasukan murtad dan beberapa tokoh mereka berhasil dijatuhkan oleh pedang kaum muslimin. Tapi pasukan murtad Musailamah adalah pasukan elite yang terlatih bertempur dan biasa memenangkan pertempuran sehingga beberapa kali pasukan murtad berhasil mengecoh pasukan muslimin. Keadaan makin genting ketika semangat tempur kaum muslimin mulai kendur. Serangan yang bertubi tubi mereka lancarkan kepada kaum murtad bisa dipatahkan.

Melihat gelagat akan kekalahan pasukannya maka Panglima Khalid bin Walid mencari ide. Ditengah berkecamuknya perang yang melelahkan itu ia melihat sosok Barra bin Malik r.a yang tetap menunjukkan semangat juang tak kenal mati. Kini Panglima Khalid tahu betul apa yang harus ia lakukan. Segera ia memacu kudanya kearah Barra bin Malik dan memerintahkan ia supaya mengobarkan semangat juang yang nampak telah kendur.

Maka Barra bin Malik pun menyerukan kata-kata yang penuh gemblengan semangat dan kepahlawanan full power “Wahai penduduk Madinah !! Tak ada Madinah bagi kalian sekarang. Yang ada hanya Allah dan surga… !”

Ucapan itu menunjukkan jiwa pembicaranya, dan menjelaskan watak akhlaqnya. Benarlah , yang tinggal hanyalah Allah dan surga! Karena di dalam suasana dan tempat seperti ini, tidaklah wajar ada fikiran-fikiran kepada yang lain walau kota Madinah, ibu kota Negara Islam, tempat rumah tangga, isteri dan anak-anak mereka! Sekarang tidak patut mereka berfikir ke sana! Sebab bila mereka sampai dikalahkan, maka tak ada artinya kota Madinah lagi… !

Kata kata ini bagai kayu bakar yang kembali menyulut api yang hampir padam. Pasukan Islam kembali menekan pasukan murtad dan terus melakukan serangan ke jantung pertahanan musuh. Pasukan murtad mundur ke belakang dan mencari tempat perlindungan.

Pasukan kaum muslimin terus mendesak dan melakukan tekanan. Kobaran semangat terus Barra bin Malik suarakan. Deru pacu kuda makin kencang dilakukan. Dan ayunan pedang makin cepat menangkap korban. Kaum murtad pun kalah telak dalam pertempuran penentuan bagi kekalahan Musailamah dan antek anteknya.

Read More......

Kisah Cinta Putri Pemimpin Para Nabi

Cinta tak cukup untuk menyatukan dua manusia. Tatkala jalan telah berbeda, tak kan mungkin mereka saling bersama. Namun cahaya keimanan akan mempertemukan kembali yang telah terpisahkan sekian lama.

Tersebutlah kisah tentang putri pemimpin para nabi. Terlahir dari rahim ibundanya, seorang wanita bangan Quraisy, Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay Al-Qurasyiyyah radhiallahu ‘anhu, saat ayahnya memasuki usia tiga puluh tahun. Dia bernama Zainab radhiallahu ‘anha bintu Muhammad bin ‘Abdillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Semasa hidup ibunya, sang putri yang menawan ini disunting oleh seorang pemuda, Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ bin ‘Abdil ‘Uzza bin ‘Abdisy Syams bin ‘Abdi Manaf bin Qushay Al-Qurasyi namanya. Dia putra Halah bintu Khuwailid, saudari perempuan Khadijah. Ketika itu, Khadijah radhiallahu ‘anha menghadiahkan seuntai kalung untuk pengantin putrinya. Dari pernikahan itu, lahir Umamah dan ‘Ali, dua putra-putri Abul ‘Ash.

Tatkala cahaya Islam merebak, Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka hati Zainab radhiallahu ‘anha untuk menyambutnya. Namun, Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ masih berada di atas agama nenek moyangnya. Dua insan di atas dua jalan yang berbeda…

Orang-orang musyrik pun mendesak Abul ‘Ash untuk menceraikan Zainab, namun Abul ‘Ash dengan tegas menolak mentah-mentah permintaan mereka. Akan tetapi, Zainab radhiallahu ‘anha masih pula tertahan untuk bertolak ke bumi hijrah.

Ramadhan tahun kedua setelah hijrah, terukir peristiwa Badr. Dalam pertempuran itu, terbunuh tujuh puluh orang dari pihak musyrikin dan tertawan tujuh puluh orang dari mereka. Di antara tawanan itu ada Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’.

Penduduk Makkah pun mengirim tebusan untuk membebaskan para tawanan. Terselip di antara harta tebusan itu seuntai kalung milik Zainab radhiallahu ‘anha untuk kebebasan suaminya. Ketika melihat kalung itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkenang pada Khadijah radhiallahu ‘anha yang telah tiada. Betapa terharu hati beliau mengingat putri yang dicintainya. Lalu beliau berkata pada para shahabat, “Apabila kalian bersedia membebaskan tawanan yang ditebus oleh Zainab dan mengembalikan harta tebusan yang dia berikan, lakukanlah hal itu.” Para shahabat pun menjawab, “Baiklah, wahai Rasulullah!”

Kemudian mereka lepaskan Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ dan mengembalikan seuntai kalung Zainab yang dijadikan harta tebusan itu.

Ketika itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta Abul ‘Ash untuk berjanji agar membiarkan Zainab pergi meninggalkan negeri Makkah menuju Madinah. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu bersama salah seorang Anshar sembari berkata, “Pergilah kalian ke perkampungan Ya’juj sampai bertemu dengan Zainab, lalu bawalah dia kemari.”

Berpisahlah Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas jalan Islam, meninggalkan suaminya yang masih berkubang dalam kesyirikan.

Menjelang peristiwa Fathu Makkah, Abul ‘Ash keluar dari negeri Makkah bersama rombongan dagang membawa barang-barang dagangan milik penduduk Makkah menuju Syam. Dalam perjalanannya, rombongan itu bertemu dengan seratus tujuhpuluh orang pasukan Zaid bin Haritsah yang diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghadang rombongan dagang itu. Pasukan muslimin pun berhasil menawan mereka dan mengambil harta yang dibawa oleh rombongan musyrikin itu, namun Abul ‘Ash berhasil meloloskan diri.

Ketika gelap malam merambah, Abul ‘Ash dengan diam-diam menemui istrinya, Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk meminta perlindungan.

Subuh tiba. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat berdiri menunaikan Shalat Shubuh. Saat itu, Zainab radhiallahu ‘anha berseru dengan suara lantang, “Wahai kaum muslimin, sesungguhnya aku telah memberikan perlindungan kepada Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’!”

Usai shalat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap pada para shahabat sembari bertanya, “Kalian mendengar apa yang aku dengar?” “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi, “Sesungguhnya aku tidak mengetahui apa pun sampai aku mendengar apa yang baru saja kalian dengar.”

Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui putrinya dan berpesan, “Wahai putriku, muliakanlah dia, namun jangan sekali-kali dia mendekatimu karena dirimu tidak halal baginya.” Zainab radhiallahu ‘anha menjawab, “Sesungguhnya dia datang semata untuk mencari hartanya.”

Setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan pasukan Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu dan berkata pada mereka, “Sesungguhnya Abul ‘Ash termasuk keluarga kami sebagaimana kalian ketahui, dan kalian telah mengambil hartanya sebagai fai’ yang diberikan Allah kepada kalian. Namun aku ingin kalian berbuat kebaikan dan mengembalikan harta itu kepadanya. Akan tetapi kalau kalian enggan, maka kalian lebih berhak atas harta itu.” Para shahabat menjawab, “Wahai Rasulullah, kami akan kembalikan harta itu padanya.”

Seluruh harta yang dibawa Abul ‘Ash kembali ke tangannya dan tidak berkurang sedikit pun. Segera dia membawa harta itu kembali ke Makkah dan mengembalikan setiap harta titipan penduduk Makkah pada pemiliknya. Lalu dia bertanya, “Apakah masih ada di antara kalian yang belum mengambil kembali hartanya?” Mereka menjawab, “Semoga Allah memberikan balasan yang baik padamu. Engkau benar-benar seorang yang mulia dan memenuhi janji.” Abul ‘Ash pun kemudian menegaskan, “Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya! Demi Allah, tidak ada yang menahanku untuk masuk Islam saat itu, kecuali aku khawatir kalian menyangka bahwa aku memakan harta kalian. Sekarang setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala tunaikan harta itu kepada kalian masing-masing, aku masuk Islam.” Abul ‘Ash bergegas meninggalkan Makkah, hingga bertemu dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan Islam.

Enam tahun bukanlah rentang waktu yang sebentar. Akhir penantian yang sekian lama pun menjelang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengembalikan putri tercintanya, Zainab radhiallahu ‘anhu kepada suaminya, Abul ‘Ash bin Ar- Rabi’ radhiallahu ‘anhu, dengan nikahnya yang dulu dan tanpa menunaikan kembali maharnya. Dua insan kini bersama meniti jalan mereka …

Namun, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan taqdir-Nya. Tak lama setelah pertemuan itu, Zainab bintu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke hadapan Rabb-nya, pada tahun kedelapan setelah hijrah, meninggalkan kekasihnya untuk selamanya.

Di antara para shahabiyyah yang memandikan jenazahnya, ada Ummu ‘Athiyyah Al-Anshariyah radhiallahu ‘anha. Darinya terpapar kisah dimandikannya jenazah Zainab radhiallahu ‘anha, sesuai perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan guyuran air bercampur daun bidara. Seusai itu, rambut Zainab radhiallahu ‘anha dijalin menjadi tiga jalinan. Jenazahnya dibungkus dengan kain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Putri pemimpin para nabi itu telah pergi…

Sumber :
- Al-Isti’ab, karya Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr

Read More......