Sabtu, 24 September 2011

Antara harta dan kekuasaan

Hari ini kita mencoba mengingat lagi salah satu sahabat Nabi yang garis hidupnya senantiasa dilalui dengan perjuangan yang sarat dengan hikmah dan teladan. Sahabat Nabi yang ucapannya penuh dengan cahaya hikmah, derap langkah kakinya sarat dengan mujahadah,dan ayunan pedangnya yang selalu siap dibaris terdepan menegakkan kalimatillah. Dialah Imam Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah (Allah memulyakan wajahnya). Ia menikah dengan putri Rasulullah SAW yang tercinta yaitu Fatimah Az Zahra r.a Pernikahan mereka berlangsung dengan amat sederhana dengan mahar seharga pakaian besi milik Ali yang mana baju besi itu adalah pemberian Rasulullah sendiri yang selama ini menemaninya dalam berjihad.

Ali bin Abi Thalib r.a bukanlah pemuda kaya yang banyak harta sehingga tidak memiliki rumah yang cukup memadai untuk memberi tempat berteduh bagi istrinya Fatimah Az Zahra tercinta. Maka ada seorang sahabat Anshar yang memberikan rumahnya kepada Ali bin Abi Thalib r.a, tapi ia menolaknya. Ali bin Abi Thalib bersedia menempati rumah itu bila dizinkan untuk membelinya dengan cara mengangsur. Sejenak kita merenung…pernahkah terpikir oleh kita kalau salah satu dari empat wanita paling mulia diatas bumi ini yang selalu disebut sebut namanya oleh syurga harus menempati rumah untuk merajut masa masa indahnya dalam pernikahan dengan cara mengangsur..??.Ya .wanita itu ikhlas menerima keadaan suaminya. Apalagi suami tersebut adalah pilihan ayahandanya sendiri. Rasulullah SAW mamang selalu tepat dalam menentukan pilihan pilihan terbaik buat anak yang paling dicintainya Fatimah Az Zahra.

Setelah Rasulullah SAW wafat maka kepemimpinan umat diambil alih oleh sahabat sahabat yang utama. Pertama Abu Bakar dipilih secara aklamasi oleh kaum muhajirin dan anshor. Kedua Umar bin Khattab ditunjuk oleh Khalifah sebelumnya untuk menggantikan posisi khalifah yang pertama. Ketiga Utsman bin Affan dipilih dengan jalur musyawarah oleh sebuah team yang terdiri dari enam orang sahabat yang ditunjuk oleh Khalifah sebelumnya. Keempat Ali bin Abi Thalib yang didukung oleh mayoritas kaum muslimin karena mereka menyadari sepenuhnya bahwa orang beriman yang paling utama yang masih hidup saat itu tiada lain adalah Ali bin Abi Thalib r.a.

Ada sebuah kisah menarik tentang kesederhanaan dengan cara dan proporsi yang tepat yang pernah ditampilkan oleh sosok Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib sewaktu beliau sedang berjalan disebuah pasar. Meski islam sudah berkembang sangat pesat dan dua kerajaan adidaya yaitu Romawi dan Persia sudah takluk ditangan kaum muslimin Khalifah Ali tetaplah berpenampilan sederhana dalam segi berpakaian, makanan dan tempat tinggal. Apalagi setelah menjadi Khalifah, Ali bin Abi Thalib r.a lebih berpenampilan sederhana bahkan terkesan miskin untuk seorang Khalifah yang membawahi wilayah kekuasaan yang sangat luas. Kali ini Ali bin Abi Thalib r.a mengenakan pakaian dengan beberapa tambalan di bajunya. Saat sedang berjalan Amirul Mukminin Ali melihat seorang sahabatnya yang berprofesi sebagai pedagang yang cukup sukses, sahabatnya itu berpakaian dengan penampilan yang tidak biasanya, ia berpakaian sangat sederhana sekali dan dibeberapa bagian terdapat tembelan. Melihat hal yang tidak biasanya itu Amirul Mukminin Ali menyapa dan bertanya “Wahai sahabatku, ada apa dengan dirimu. Biasanya kamu mengenakan pakaian yang bagus dan tampil wangi kenapa kamu memakai pakaian yang bertembel seperti ini ?”. Orang itu menyapa kembali Amirul mukminin Ali dan menjawab “Ya Amirul mukminin sesungguhnya engkau adalah teladan kami. Kami melihatmu berpakaian sangat sederhana sekali dan dibeberapa tempat ada yang bertembel maka kami ingin meniru apa yang engkau lakukan”. Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a mengerti maksud sahabatnya lantas ia menepuk bahu orang itu dan berkata “Sesungguhnya aku telah diberi amanah untuk mengurusi umat Muhammad dan diantara mereka ada yang kaya dan miskin. Bila aku hidup sebagai orang yang kaya maka kaum yang miskin akan merasa sakit karena tindakanku dan bila aku hidup miskin maka kaum yang kaya tidak akan mengapa dengan keberadaanku. Sedangkan kamu adalah orang yang telah mendapat anugerah rejeki melimpah dan halal dari Allah maka bila hak atas harta (berupa zakat) itu telah kau keluarkan maka tidaklah mengapa engkau menikmati kekayaanmu karena itu adalah hakmu dan perintah dari Tuhanmu..

Demikianlah kecemerlangan berpikir dari Imam Ali dalam memandang harta dan kekuasaan. Beliau tidak terlena oleh harta dan tidak silau oleh kekuasaan..moga kita diberi kekuatan untuk dapat mencontohnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar