Sabtu, 24 September 2011

Ibnu Abbas r.a Bercerita Tentang Imam Ali Kar. Waj

Bila saya kembali mengingat sosok Imam Ali Karramallahu Wajhah maka saya akan teringat satu sosok Sahabat Nabi SAW yang paling alim sepanjang perjalanan umat ini. Hidup dalam kesederhanaan yang teruji. Tiada nafas yang ia hirup selain ada zikir di dalamnya. Tiada tatapan ia lihat dengan matanya kecuali disana ia selalu mengingat Tuhannya.

Suatu hari Abdullah ibnu Abbas r.a bertandang ke majelisnya Muawiyah r.a, dan ia ditanya tentang pribadi Imam Ali bin Abi Thalib. Kemudian bahrul ulum ini pun menjawab “Dia itu, demi Allah, adalah panji-panji hidayah, sarangnya taqwa, sumbemya segala akal dan kepintaran, pokok dari segala kecantikan dan kesempurnaan. Dia adalah cahaya yang bersinar di tengah kegelapan malam, selalu mengajak ke jalan yang benar dan mencari ilmu yang mendalam.

“Dia ahli dalam mengartikan kitab-kitab terdahulu, pakar tentang pentakwilan Al-Quran yang mulia, senantiasa berpegang kepada petunjuk agama, selalu membelakangi sikap yang zalim atau suka menganiaya, selalu menjauhkan diri dari jalan-jalan buruk dan binasa, suka berdekatan diri dengan orang yang beriman yang taqwanya amat ketara.

“Dia adalah sebaik-baik orang yang bergamis dan menutup kepala, seutama-utama orang yang berhaji kemudian bersa’i pula. Banyak toleransinya dalam segala perkara, nampak jelas keadilannya dalam kehakimannya di mana saja, amat bijak dalam pidato dan berbicara, tiada siapa yang dapat mengalahkannya biar datangnya dari segala penjuru dunia, hanya yang dapat mengatasinya ialah sekalian para Nabi dan Rasul yang mendapat keutamaan Tuhan, khususnya Nabi Muhammad yang terpelihara dan terutama dalam semua waktu dan zaman.

“Dia adalah orang yang pernah sholat dengan Nabi sehingga mereka menghadapi ke arah dua kiblat, apakah ada orang lain yang dapat menandinginya? Dia telah menikahi semulia-mulia kaum perempuan (yakni Siti Fathimah binti Rasulullah), apakah ada orang yang dapat menyamainya? Kemudian dia juga ayah kepada dua cucunda Rasulullah yang sangat dikasihinya, apakah ada lagi kelebihan yang lebih tinggi daripadanya?

“Kedua mataku belum pernah melihat orang sepertinya, dan barangkali tidak akan dapat melihat seumpamanya hingga ke hari kiamat, hari pertemuan dengan Allah, Tuhan semesta alam. Jadi, siapa yang melaknatinya, maka turunlah laknat Allah dan laknat para hambanya ke atas orang itu hinggalah ke hari kiamat.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar