Sabtu, 24 September 2011

Sudah lama kami menunggu kehadiranmu

Sebagian orang berkata bahwa mimpi itu adalah bunga tidur. Ada juga yang mengatakan bahwa mimpi itu hayalan seseorang yang ingin dicapai namun sangat sulit untuk diwujudkan dalam kenyataan. Tapi mimpi seorang yang shaleh lagi bersungguh sungguh dalam amal agama maka itu adalah isyarat atau ilham dari Rabb yang maha suci,bahkan apabila kita mimpi bertemu dengan Rasulullah SAW maka itu adalah sebuah pertemuan dengan Rasulullah SAW sebagaimana pertemuan Beliau SAW dengan sahabat sahabatnya sewaktu mereka masih hidup, karena syaitan tidak akan pernah bisa meniru bentuk fisik dari Rasulullah SAW.

Adalah sebuah kisah mimpi yang menjadi penyemangat dalam berjihad dijalan Allah. Mimpi ini dialami oleh seorang yang shaleh bernama Sa’id bin Harits. Mimpi ini ia alami pada malam hari pada peristiwa berjihad melawan Romawi pada tahun 38 H. Sa’id bin Harits dikenal sebagai ahli ibadah. Siangnya diisi dengan shaum dan malamnya diisi dengan tahajud. Begitu juga amalan zikir dan tilawahnya selalu istiqomah dia kerjakan. Seakan akan itu adalah menu makanannya sehari hari yang tidak bisa ia tinggalkan.
Malam itu Sa’id bin Harits sedang bergantian berjaga/khirosah dengan teman satu tendanya didaerah pertahanan musuh. Karena merasa ngantuk maka Sa’id bin Harits minta agar diberi kesempatan tidur lebih dulu sehingga nanti ia bisa bangun tengah malam bergiliran untuk mendapat tugas menjaga temannya sekalian mendirikan qiyamullail.
Lalu dia tidur. Di saat itu terdengar Said berbicara dan tertawa, lalu mengulurkan tangan kanannya seolah-olah mengambil sesuatu kemudian mengembalikan tangannya sambil tertawa. Kemudian ia berkata, ‘Semalam.’ Setelah berkata seperti itu tiba-tiba ia melompat dari tidurnya dan terbangun dan bergegaslah dia bertahlil, bertakbir, dan bertahmid.
Sepontan saja teman satu tendanya merasa kaget dan menanyakan apa yang baru saja ia alami dalam mimpinya
Sa’id bin Harits menjawab, ‘Aku melihat ada dua orang yang belum pernah aku lihat kesempurnaan dalam diri mereka dan belum pernah aku melihat mereka berdua sebelumnya. Dua orang itu berkata kepadaku, ‘Wahai Sa’id, berbahagialah, sesungguhnya Allah swt. telah mengampuni dosa-dosamu, memberkati usahamu, menerima amalmu, dan mengabulkan doamu. Pergilah bersama kami agar kami menunjukkan kepadamu kenikmatan-kenikmatan apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepadamu.’
Tak henti-hentinya Sa’id menceritakan apa-apa yang dilihatnya, mulai dari gedung gedung yang megah, para bidadari, permadani permadani yang indah, sungai madu dan cangkir cangkir yang terbuat dari emas hingga tempat tidur yang di atasnya ada seorang bidadari yang tubuhnya bagaikan mutiara yang tersimpan di dalamnya. Bidadari itu berkata kepadanya, “Sudah lama kami menunggu kehadiranmu.” Lalu aku berkata kepadanya, “Di mana aku?” Dia menjawab, “Di surga Ma’wa.” Aku bertanya lagi, “Siapa kamu?” Dia menjawab, “Aku adalah istrimu untuk selamanya.”
Sa’id melanjutkan ceritanya. “Kemudian aku ulurkan tanganku untuk menyentuhnya. Akan tetapi dia menolak dengan lembut sambil berkata, ‘Untuk saat ini jangan dulu, karena engkau akan kembali ke dunia.’ Aku berkata kepadanya, “Aku tidak mau kembali.” Lalu dia berkata, “Hal itu adalah keharusan, kamu akan tinggal di sana selama tiga hari, lalu kamu akan berbuka puasa bersama kami pada malam ketiga, insya Allah.”
Lalu aku berkata, “Semalam, semalam.” Dia menjawab, “Hal itu adalah sebuah kepastian.” Kemudian aku bangkit dari hadapannya, dan aku melompat karena dia berdiri, dan saya terbangun dari tidurku.
Mendengar ceritanya itu seorang sahabatnya berkata, “Bersyukurlah kepada Allah, wahai saudaraku, karena Dia telah memperlihatkan pahala dari amalmu.” Lalu Sa’id berkata, “Apakah ada orang lain yang bermimpi seperti mimpiku itu?” sahabatnya menjawab, “Tidak ada.” Sa’id berkata, “Dengan nama Allah, aku meminta kepadamu untuk merahasiakan hal ini selama aku masih hidup.” sahabatnya menjawab, “Baiklah.”
Lalu Sa’id keluar di siang hari untuk berjihad mengangat pedang melawan musuh musuh Allah sambil berpuasa, dan di malam hari ia melakukan shalat malam,tilawah dan zikir sambil dipenuhi isak tangis. Sampai tiba saatnya, dan sampailah malam ketiga. Dia masih saja berperang melawan musuh, dia membabat musuh-musuhnya tanpa sekalipun terluka.. Sampai pada saat matahari menjelang terbenam, seorang lelaki melemparkan panahnya dari atas benteng dan tepat mengenai tenggorokannya. Kemudian dia jatuh tersungkur, sahabatnya yang satu tenda mendekatinya dan berkata kepadanya, “Selamat atas kemenanganmu.kamu akan berbuka pada malam ini, seandainya aku bisa bersamamu, seandainya….”
Dengan sangat lirih meregang nyawa Sa’id ingin mengatakan ‘Rahasiakanlah ceritaku itu hingga aku meninggal’. Kemudian dari bibirnya keluar kata-kata, “Segala puji bagi Allah yang telah menepati janji-Nya kepada kami.” Maka demi Allah, dia tidak berucap kata-kata selain itu sampai dia meninggal.
Sahabatnya itupun berlari kepada kawan kawannya dan menyeru dengan lantang, “Wahai hamba-hamba Allah, hendaklah kalian semua melakukan amalan untuk hal seperti ini,”. Keesokan harinya pasukan muslimin pergi menyerbu benteng musuh dengan niat yang tulus dan dengan hati yang penuh kerinduan kepada Allah swt. Dan sebelum berlalunya waktu Dhuha benteng sudah bisa dikuasai berkat seorang lelaki shaleh itu, yaitu Sa’id bin Harits.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar