Sabtu, 24 September 2011

Ada tiga orang dari kalangan Anshar yang tidak akan tertandingi kelebihannya

Abbad bin Basyar merupakan sahabat Nabi yang suka menghabiskan malamnya dengan ibadah dan bermunajat kepada Allah. Namanya bersinar sangat terang dalam sejarah Nabi Muhammad SAW. Sejarah menyebutkan bahwa ia seorang hamba yang sangat bertaqwa, berjiwa bersih, dan selalu bangun malam dengan membaca beberapa juz al-Qur’an.

Dan jika kita mengkaji sejarahnya di deretan nama para mujahid maka kita akan mendapatinya sebagai seorang pemberani dan perkasa, selalu berada dalam pertempuran untuk menegakkan kalimat Allah. Jika kita mencarinya di antara para pemimpin, niscaya kita akan mendapatinya sebagai orang yang kuat dan terpercaya dalam menjaga harta kaum muslimin. Hingga Aisyah mengatakan tentang dua orang dari kalangan kaumnya yang lain, “Ada tiga orang dari kalangan Anshar yang tidak akan tertandingi kelebihannya. Mereka adalah, Sa’ad bin Muadz, Usaid bin Khudlair, dan Abbad bin Basyar.” Ketika cahaya Islam yang pertama kali bersinar di atas kota Madinah, pada waktu Abbad bin Basyar masih berusia remaja. Kulitnya putih, terpancar raut muka yang ceria di wajahnya yang suci dan terjaga. Dari perilakunya terpancar kedewasaan dan kecerdasan. Padahal pada waktu itu usianya belum genap 25 tahun. Abbad bin Basyar berkumpul di majlis seorang Sahabat pilihan Nabi dari Makkah, yaitu Mush’ab bin Umair. Akhirnya dengan sangat cepat kekuatan iman tertancap dalam lubuk hatinya yang terdalam. Akhlaknya yang mulia dan budipekertinya yang santun menyatu dengan keimanan.

Abbad bin Basyar selalu mendengarkan Mush’ab bin Umair membaca al-Qur’an dengan suaranya yang sangat merdu dan menggetarkan. Bacaannya sangat menawan hatinya hingga Abbad bin Basyar sangat cinta sekali dengan bacaan al-Qur’an. Dia melonggarkan dalam hatinya yang terdalam sebagai tempat masuknya al-Qur’an. Al-Qur’an menjadi kesibukannya yang baru. Dia selalu membacanya berkali-kali, siang maupun malam, ketika safar maupun ketika diam dirumah. Hingga para sahabat mengenalnya sebagai Imam dan sahabat al-Qur’an.

Pada suatu malam, Rasulullah hendak melakukan shalat tahajud di kamar Aisyah yang berdampingan dengan masjid. Rasulullah mendengar suara Abbad bin Basyar membaca al-Qur’an dengan suara yang sangat indah dan merdu, sebagaimana ketika Jibril menurunkannya di hati beliau. Rasulullah bertanya, “Wahai Aisyah, betulkah ini adalah suara Abbad bin Basyar?” Aisyah menjawab, “Betul wahai Rasulullah.” Rasulullah berdoa, “Ya Allah Ampunilah Abbad bin Basyar.” Abbad bin Basyar ikut serta dalam semua peperangan bersama Rasulullah. Di setiap peperangan dia menunjukkan sikap yang sangat pantas diperbuat oleh pembawa al-Qur’an. Di antara contohnya ialah, ketika Rasulullah SAW selesai dari perang Dzatir Riqo’ beliau singgah dengan beberapa sahabatnya di sebuah lembah untuk bermalam di lembah tersebut. Salah seorang sahabat ada yang berhasil menawan seorang perempuan musyrikin ketika suaminya tidak ada dalam peperangan tersebut. Ketika suaminya datang dan tidak mendapati istrinya, dia bersumpah demi Latta dan ‘Uzza sungguh dia akan menemui Muhammad dan para sahabatnya. Dia tidak akan kembali sebelum menumpahkan darah mereka. Sebelum para sahabat menyiapkan unta mereka, Rasulullah berkata kepada mereka, “Siapa yang akan berjaga-jaga di malam ini?” Berdirilah Abbad bin Basyar dan Ammar bin Yasir seraya berkata, “Kami yang akan berjaga-jaga wahai Rasulullah.” Dulu Rasulullah pernah mempersaudarakan antara keduanya ketika kaum muhajirin tiba di Madinah. Ketika keduanya berada di ujung lembah itu Abbad bin Basyar bertanya kepada saudaranya, Ammar bin Yasir, “Malam ini engkau memilih tidur di bagian yang mana? Bagian awal malam ataukah akhirnya?” Ammar menjawab, “Aku akan tidur di awal malam.” Akhirnya Ammar bin Yassir berbaring tidak jauh darinya. Pada malam itu suasana sangat gelap dan sepi. Bintang, pohon, dan batu bertasbih memuji Allah dan mensucikannya. Abbad sangat ingin sekali pada malam itu untuk beribadah. Hatinya sangat rindu dengan al-Qur’an. Bacaan yang sangat dia sukai ialah bacaan al-Qur’an yang dibaca di dalam shalat. Dia mengumpulkan antara kenikmatan shalat dan kenikmatan membaca al-Qur’an. Akhirnya dia menghadap ke kiblat dan menunaikan shalat. Dia membaca surat al-Kahfi dengan suaranya yang sangat merdu dan indah. Ketika Abbad bin Basyar tenggelam dalam tasbih kepada cahaya ilahi tiba-tiba datanglah seseorang dengan tergesa-gesa. Ketika orang tersebut melihat Abbad berdiri tegak di bibir lembah itu, orang itu tahu bahwa Muhammad dan para sahabatnya pasti berada di lembah tersebut dan Abbad sedang menjaga mereka. Akhirnya orang tersebut mengambil busurnya dan mengeluarkan anak panah dari tempatnya lalu meletakkan di busurnya. Orang tersebut menembakkan panahnya ke tubuh Abbad bin Basyar hingga mengenainya. Abbad mencabut panah tersebut dari tubuhnya dan masih tenggelam dalam bacaan al-Qur’an dalam shalatnya. Laki-laki itu menembakkan kembali anak panahnya hingga mengenai tubuh Abbad. Namun lagi-lagi Abbad hanya mencabutnya seperti sebelumnya. Orang tersebut memanahnya untuk yang ketiga kalinya. Abbad mencabut panah tersebut seperti sebelumnya. Abbad mundur ke belakang hingga dekat dengan temannya lalu membangunkannya. Abbad berkata, “Bangunlah, aku terkena luka yang melemahkanku.” Ketika orang tersebut melihat Abbad bin Basyar dan Ammar bin Yassir, dia langsung melarikan diri. Kini Ammar memalingkan perhatiannya kepada Abbad. Darah mengucur deras dari tiga luka dalam tubuhnya. Ammar berkata kepadanya, “Subhanallah! Wahai Abbad, mengapa engkau tidak membangunkanku sejak panah yang pertama mengenaimu?” Abbad menjawab, “Pada waktu itu aku sedang membaca surat yang sangat aku cintai. Aku tidak ingin memutusnya hingga aku selesai membacanya. Demi Allah, seandainya saja aku tidak takut menyia-nyiakan amanah Rasulullah untuk berjaga di lembah ini, sungguh aku lebih memilih mati daripada memotong surat tersebut. Ketika terjadi perang Riddah pada masa pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq, Abu Bakar menyiapkan pasukan yang sangat banyak untuk menumpas fitnah yang dibawa oleh Musailamah al-Kadzab dan menundukkan orang-orang murtad yang menjadi pengikutnya dan mengembalikan mereka kepada Islam. Abbad bin Basyar termasuk salah seorang yang bergabung dalam pasukan kaum muslimin. Abbad melihat dalam peperangan itu sesuatu yang membuat dadanya terpenuhi dengan kemarahan dan keputusasaan. Di setiap peperangan yang dia ikuti tidak ada kemenangan yang diakui baik dengan pertolongan kaum muhajirin kepada anshar maupun dari kalangan anshar untuk kaum muhajirin. Dia mendengar cemoohan-cemoohan yang memenuhi telinganya dengan bara dan duri. Abbad yakin bahwa tidak ada kemenangan untuk kaum muslimin dalam peperangan sengit ini keculi jika masing-masing kelompok mempunyai kelebihan. Atau masing-masing mereka memegang urusannya masing-masing agar benar-benar mujahidin sejati dapat diketahui. Di malam setelah peperangan yang sangat sengit itu, Abbad bermimpi di malam itu juga. Dia bermimpi langit terbuka untuknya. Ketika dia masuk ke dalam langit, tiba-tiba pintunya menutup dan dia masuk ke dalam langit tersebut. Keesokan harinya dia menceritakan mimpinya tersebut kepada Abu Sa’id al-Khudri. Abu Sa’id berkata, “Demi Allah, itu adalah pertanda mati syahid, wahai Abbad!” Ketika matahari mulai tinggi dan perang dilanjutkan,Abbad bin Basyar berdiri di sebuah dataran yang tinggi sembari berteriak, “Wahai kaum Anshar, jadilah kalian yang paling unggul dari semua manusia. Hancurkan sarung pedang kalian. Janganlah sampai kalian meninggalkan islam datang di belakangmu.” Abbad mengulang-ulangi perkataan tersebut hingga berkumpul 400 orang kepadanya di bawah kepemimpinan Tsabit bin Qais, Barra’ bin Malik dan Abu Dujanah, pemilik pedang Rasulullah. Bersama dengan mereka Abbad bin Basyar mengobrak-abrik barisan musuh dengan pedang yang berada di tangannya. Dia maju dengan menghadapi kematian. Pasukan Musailamah al-Kadzab lari tunggang langgang karena kalah. Mereka berlindung pada sebuah kebun. Di situlah, di benteng kebun tersebut Abbad bin Basyar terjatuh dan syahid dengan darah yang mengucur deras dari tubuhnya. Luka yang mengucurkan darah tersebut berasal dari sabetan pedang, tusukan tombak dan lemparan panah. Mereka tidak dapat mengetahui jasad Abbad bin Basyar kecuali setelah melihat tanda dalam tubuhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar