Ghibah adalah perbuatan yang tercela tapi sangat ringan untuk dilaksanakan, demikian ringannya ghibah dilakukan hingga Ummul mukminin Aisyah r.a tanpa sadar telah berghibah kepada seorang wanita yang mengunjungi Nabi dan mengatakan” Pendek amat wanita itu”. Ghibah dapat mencerai-beraikan ikatan kasih sayang dan ukhuwah sesama manusia..
Rasulullah SAW bersabda “Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu bila apa yang diceritakan itu benar ada padanya ?” Rasulullah memenjawab, “kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar, berarti engkau telah berbuat buhtan (mengada-ada).” (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).
Imam an-Nawawi berkata dalam al-Adzkar, ” ghibah adalah engkau
menyebut seseorang dengan apa yang ia tidak sukai, sama saja apakah
menyangkut tubuhnya, agamanya, dunianya, jiwanya, fisiknya, akhlaknya,
hartanya, anaknya, orang tuanya, istrinya, pembantunya, budaknya, sorbannya,
pakaiannya, cara jalannya, gerakannya, senyumnya, muka masamnya, atau yang
selainnya dari perkara yang menyangkut diri orang tersebut. Sama saja apakah
engkau menyebut tentang orang tersebut dengan bibirmu, atau tulisanmu,
isyarat matamu, isyarat tanganmu, isyarat kepalamu atau yang semisalnya”
Dalam suatu perjalanan dalam jihad fisabilillah Rasulullah SAW telah menetapkan keputusan bahwa bila ada dua orang yang mampu maka hendaklah ia menanggung satu orang yang tidak mampu. Perjalanan berlangsung amat melelahkan dan ketika senja beranjak mereka mendirikan tenda. Merasa sangat lelah Sahabat Salman Al Farisi langsung berselonjor istirahat. Tak terasa kantuk menyerang dengan sangat cepat dan ia tidur dengan pulas. Ketika itu dua orang temannya yang kaya dan yang menanggung perjalannya sedang sibuk memasak tanpa bantuan Salman Al Farisi sedikitpun,lalu seseorang diantar mereka berkata : “Apakah maksud orang ini, hanya mahu datang kekhemah yang sudah didirikan kemudian langsung tidur dan hanya makan makanan yang sudah siap?”. Selang berapa waktu Salman terbangun dan didapatinya makanan telah siap tapi belum ada lauk pauk yang dapat dijadikan penambah selera makanan. Kemudian mereka berkata kepada Salman: “Pergilah engkau kepada Nabi Muhammad s.a.w. minta lauk pauk untuk kami.” Maka pergilah Salman menyampaikan kepada Nabi Muhammad s.a.w. permintaan mereka. Nabi Muhammad s.a.w. bersabda kepada Salman: “Beritahulah kepada mereka bahawa mereka telah makan lauk pauk.” Maka kembalilah Salman kepada kawan-kawannya dan memberitahu apa yang dikatakan oleh Nabi Muhammad s.a.w. Lalu mereka berkata: “Kami belum makan apa-apa.” Salman berkata: “Nabi Muhammad s.a.w. tidak berdusta dalam sabdanya.” .merasa sedikit kesal kedua orang itu pergi menghadap Nabi SAW dan menanyakan lauk pauk yang belum mereka dapatkan sebagai jatah hari itu.Lalu dikatakan oleh Nabi Muhammad s.a.w.:”Kamu telah makan daging saudaramu ketika kamu membicarakan (ghibah) padanya diwaktu ia sedang tidur.” Lalu Nabi Muhammad s.a.w. membacakan Surah Alhujuraat ayat 12 (Yang berbunyi): “Ya ayyuhalladzina aamanuuj tanibu katsira minadhdhanni inna ba’dhadhdhaani its mun wala tajassanu, wala yagh tabba’dhukum ba’dha, a yuhibbu ahadukum an ya’kula lahma akhihi maita fakarih tumuuhu.” (Yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakkan sangka-sangka, sebab sebahagian dari sangka-sangka itu dosa. Dan jangan menyelidiki kesalahan orang lain dan jangan ghibah (membicarakan hal orang lain) setengahmu pada setengahnya, apakah suka salah satu sekiranya makan daging saudara yang telah mati, tentu kamu jijik (tidak suka).”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar