Sudah banyak kaum muslimin yang mendaftar untuk ikut dalam pasukan yang akan berangkat ke medan Badar. Mereka telah bertekad bulat mematahkan kesombongan kaum kafir Quraisy yang selama ini menindas kaum muslimin waktu mereka masih tinggal di Mekkah. Bukan hanya kaum Muhajirin saja yang ikut ke perang Badar, tapi juga dari kaum Anshor tidak mau ketinggalan. Mereka sangat bersemangat memenuhi panggilan jihad. Harta dan diri mereka telah mereka jual demi mendapat syahid dan nikmat syurga yang telah Allah janjikan. Wajah wajah penuh semangat menghiasi senyum senyum manis yang sudah rindu dengan kampung akhirat. Inilah perniagaan yang tidak ada kerugian didalamnya. Justru yang rugi adalah mereka yang tidak ikut berangkat berjihad. Meski semua kaum lelaku dewasa berhak ikut ambil bagian tapi tetap saja Rasulullah SAW menyeleksi pasukannya. Bagi yang usianya masih anak anak atau orang yang cacat tetap maka ia mendapat rukhsoh tidak ikut berperang.
Tapi apakah para sahabat rela melepas kesempatan emas ini begitu saja. Dan inilah contoh dari perjuangan seorang remaja dini yang tidak mau membiarkan event berharga ini berlalu begitu saja didepan matanya.
Anak kecil yang baru menginjak usia remaja itu terpaksa bersembunyi di antara kerumunan lelaki dewasa yang sedang berdiri mengantre untuk diabsen satu persatu sebelum berangkat perang. Usianya baru sekitar 12 atau 13 tahun, dan dia nampak paling muda diantara para sahabat yang lain. Anak muda itu bernama Umair bin Abi Waqqash r.a. ia bersembunyi dari seleksi ketat yang dilakukan oleh Rasulullah sebelum berangkat ke Badar karena ia ingin ikut ambil bagian dari perjuangan jihad untuk meraih syahid yang pahalanya adalah syurga. Ia enggan berdiam diri dirumah untuk bermain dengan anak anak seusianya sedangkan para sahabat yang lain sedang sibuk menjemput syurga. Ia juga iri dengan kakaknya yaitu Sa’ad bin Abi Waqqash r.a yang sudah masuk daftar tetap pejung jihad di medan Badar.
Ketika Sa’ad bin Abi Waqqash berhasil menemukan adiknya diantara kerumunan lelaki dewasa lainnya maka ia bertanya kenapa duduk bersembunyi dibelakang orang lain. Kemudian Umair bin Abi Waqqash itu pun menjawab “ Aku takut seandainya Rasulullah melihat kecilnya tubuhku dan belum berhak ikut ke Badar, padahal aku pandai bermain pedang dan ingin agar Allah mengaruniakan mati syahid kepadaku hingga aku bisa meraih syurga nantinya”. Sa’ad mengerti keinginan kuat adiknya. Dan ketika Rasulullah SAW menemukan bahwa Umair bin Abi Waqqash masuk diantara rombongan jihad maka Rasulullah menegurnya untuk kembali kerumah. Tapi bukan Umair namanya kalau tidak bisa meyakinkan Rasulullah bahwa dirinya juga berhak ikut ke Badar, dan ia menampilkan keahliannya bermain pedang meskipun pedang tersebut hampir sama panjangnya dengan tinggi badannya. Setelah melihat kesungguhan Umair maka Rasulullah SAW pun mengijinkan ia untuk ikut menjadi bagian dari tiga ratus tiga belas pasukan kaum muslimin yang menuju jihad di medan Badar.
Lalu apakah pada zaman sekarang kita bisa menjumpai Umair-Umair muda yang punya semangat tinggi untuk berjihad mengorbankan nyawanya demi tegaknya kalimatillah..?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar