Rasulullah SAW senantiasa membekali rukhiyah para sahabatnya sebagai bateri bagi keimanan mereka agar senantiasa terjaga amal dan keimanannya. Tapi tidak setiap hari Rasulullah SAW mengadakan majelis ilmu atau tarbiyah. Rasulullah mengetahui bahwa sudah menjadi tabiat manusia bahwa akan timbul kebosanan bila suatu perkara dilakukan tanpa kenal istirahat. Fitrahnya manusia adalah bahwa mereka juga perlu keseimbangan antara tarbiyah rukhiyah dan tarbiyah jasadiyah. Hal ini pernah disampaikan oleh sahabat Abdullah Ibnu Mas’ud r.a yang pernah berkata “tidaklah setiap hari Rasulullah mengumpulkan para sahabat dan membuat majelis ilmu karena ditakutkan ada rasa bosan diantara mereka. Biasanya Rasulullah mengadakan majelis tiap hari Kamis”.
Tersebut dalam sebuah kisah bahwa pada suatu hari Rasulullah SAW sedang membuat majelis dan para sahabat telah penuh sesak mengisi setiap celah kosong yang ada. Tidak ada yang dibuat istimewa diantara yang hadir. Yang kaya bisa duduk bersebelahan dengan yang miskin. Yang majikan bisa duduk dibelakang yang karyawan. Yang saudagar bisa duduk berdampingan dengan yang buruh. Ketika majelis telah berlangsung tiba tiba ada seseorang yang baru saja datang. Bila dilihat dari jenis pakaian yang dipakai jelas dia berasal dari kalangan orang kaya. Sejenak dia melihat seisi majelis mencari tempat yang kosong dan ternyata tidak dia dapati melainkan ada sebuah tempat yang cukup untuk satu orang dan itu bersebelahan dengan seseorang yang miskin. Orang itu berpakaian compang camping dan nampak kurus karena memang jarang makan.
Dan orang yang kaya itupun duduk disana. Setalah ia duduk ia merasa risih karena kain yang ia kenakan menyentuh tubuh si miskin karenanya ia mencoba menarik narik pakaiannya agar tidak bersentuhan dengan si miskin. Hal ini berlangsung cukup lama hingga akhirnya Rasulullah SAW mengetahui dan menegurnya “Apakah kamu risih bila pakaianmu menyentuh tubuh saudaramu yang miskin itu?”. Orang kaya itupun tersentak dan merasa bersalah, ia merasa telah melakukan dosa karena merasa sombong dan merendahkan orang lain, kemudian ia berkata” Ya Rasulullah, saya merasa menyesal dengan perbuatan saya dan saya bertobat. Sebagai kafarah atas kesalahan saya, saya ingin menginfakkan separo harta saya kepada orang miskin ini. Semoga Allah menerima tobat saya”. Sesaat kemudian orang miskin yang disebelahnya itu menjawab” Ya Rasulullah saya tidak mau menerima hartanya”.
Rasulullah memandang sejenak orang miskin itu,lalu bertanya”Mengapa engkau tidak mau menerima separoh hartanya?”. Maka orang miskin itu menjawab “Saya takut menjadi sombong karena harta seperti orang ini”.
Inilah penggalan kisah kehidupan sahabat. Mereka senantiasa dalam keadaan ingin cepat cepat memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat dan segera bertobat dan disempurnakan dengan berinfak tapi sebagaian yang lain juga enggan menjadi sombong karena biasanya memang orang yang bergelimang harta senantiasa dirasuki perasaan lebih dari orang lain. Moga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah ini.amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar